Tuesday, January 8, 2013

KESULTANAN BIMA (1640-KINI)

Bendera Kesultanan Bima
 
[Bima Bendera Kesultan]
Kronologi;

750M                       Kerajaan BIMA kuno di tubuhkan,sebuah kerajaan Hindu
 
1640                       Kesultanan BIMA ditubuhkan SETELAH memeluk Islam

26 May 1792                Dutch protectorate.



Sultan

1) 1 Jul 1695 - 23 Jan 1731  Hasanuddin Muhammad Ali         (b. 1689 - d1731)
 
2)23 Jan 1731 - 27 May 1748  Alauddin Muhammad               (b. 1706 - d. 1748)
 
3)27 May 1748 - 28 Jun 1751  Kamalat (f) -Sultana            (b. 1728 - d. 1753)
 
4)28 Jun 1751 - 31 Aug 1773  Abdul Karim Muhammad            (b. 1735 - d. 1773)
 
5)31 Aug 1773 - 14 Jul 1817  Syafiuddin Abdul Hamid Muhamm   (b. 1762 - d. 1817)
 
6)14 Jul 1817 - 29 May 1854  Ismail Muhammad                 (b. 1797 - d. 1854)
 
7)29 May 1854 - 10 Aug 1868  Abdullah Muhammad              (b. 1844 - d. 1868)
 
8)29 May 1854 - 10 Aug 1868  Muhammad Yakub -Regent

9)10 Aug 1868 - 30 Jun 1881  Abdul Aziz                       (d. 1881)
 
10)30 Jun 1881 -  6 Dec 1915  Ibrahim                        (b. 1866 - d. 1915)
 
11)16 Dec 1915 - 11 Jul 1951  Muhammad Salehuddin           (b. 1889 - d. 1951)
 
----------------11 Jul 1959 -  3 May 2001  Interregnum

12)17 jun 2001            Sultan ISKANDAR ZULKARNAIN SHAH    (B.1964)

 Sejarah Kesultanan Bima(1620-kini)


Istana Sultan Bima di tahun 1949
Sultan Muhammad Salahuddin (bertahta 1920-1943)
Sultan Muhammad Salahuddin bersama tamu tentara Belanda (tahun 1949)
 
Kesultanan Bima adalah kerajaan yang terletak di Bima.Nusa tenggara ,indonesia,adalah sebuah kesultanan yang berdaulat.serta teguh mengamal ajaran islam..kesultanan ini juga antara penyebar islam sejati
.Penduduk daerah ini dahulunya beragama Hindu/Syiva. Pada masa Pemerintahan Raja XXVII,yang bergelar “Ruma Ta Ma Bata Wadu”. Menurut BO (catatan lama Istana Bima), menikah dengan adik dari isteri Sultan Makassar Alauddin bernama Daeng Sikontu, puteri Karaeng Kassuarang. Ia menerima/memeluk agama Islam pada tahun 1050 H atau 1640 M, kemudian raja atau Sangaji Bima tersebut digelari dengan “Sultan” yaitu Sultan Bima I, beliau inilah dengan nama Islam-nya “Sultan Abdul Kahir”. Setelah Sultan Bima I mangkat dan digantikan oleh putranya yang bernama Sultan Abdul Khair Sirajuddin sebagai Sultan II, maka sistem pemerintahannya berubah dengan berdasarkan “adat dan Hukum Islam”. Hal ini berlaku sampai dengan masa pemerintahan Sultan Bima XIII (Sultan Ibrahim). Sultan Abdul Khair Sirajuddin adalah putera dari Sultan Abdul Kahir. Dilahirkan bulan + April 1627 (Ramadan 1038 H), bergelar Ruma Mantau Uma Jati. Ia juga bernama La Mbila, orang Makassar menyebut “I Ambela”. Wafat tanggal + 22 Julai 1682 (17 Rajab 1099 H), dimakamkan di Tolo Bali. Menikah dengan saudara Sultan Hasanuddin, bernama Karaeng Bonto Je’ne, pada tanggal 13 September 1646 (22 Rajab 1066 H), di Makassar. Abdul Khair Sirajuddin dinobatkan menjadi Sultan Bima II, pada tahun 1640 (1050 H).
Sultan Nuruddin Abubakar Ali Syah adalah putera dari Sultan Abdul Khair Sirajuddin. Dilahirkan pada tanggal 5 Desember 1651 (29 Zulhijah 1061 H). Orang Makassar diberi gelar “Mappara bung Nuruddin Daeng Matali Karaeng Panaragang”. Naik tahta pada tahun 1682 (Zulhijah 1093 H). Menikah dengan Daeng Tamemang, saudara Karaeng Langkese puteri Raja Tallo pada tanggal  7 Mei 1684 (22 Jumadilawal 1095 H). Setelah meninggal, diberi gelar “Ruma Ma Wa’a Paju”, karena yang mula-mula memakai Payung jabatan yang berwarna kuning yang terkenal dengan “Paju Monca”.
Sultan Muhammad Salahuddin adalah Putera dari Sultan Ibrahim, dilahirkan pada tahun 1888 (jam 12.00, 15 Zulhijah 1306 H). Dilantik menjadi Sultan Bima XIII pada tahun 1917. Meninggal di Jakarta pada hari Khamis 11 Jun 1951, jam 22.00 (7 Syawal 1370 H) dalam usia 64 tahun. Setelah wafat diberi gelar “Ma Kakidi Agama”, kerana menjunjung tinggi agama serta memiliki pengetahuan yang  luas dalam bidang agama. Sejak berumur 9 tahun, memperoleh pendidikan dan pelajaran agama dari ulama terkenal, diantaranya: H. Hasan Batawi dan Syeikh Abdul Wahab (Imam Masjidil Haram Mekkah). Ia memiliki koleksi buku-buku agama karya ulama-ulama terkenal dari Mesir, Mekkah, Medinah, dan Pakistan. Juga karya oleh Imam Syafi’i. Ia mendalami Ilmu Fiqih dan Qira’ah. Pada era pemerintahannya, tidak mengherankan apabila perkembangan agama mengalami kemajuan pesat terutama di bidang pendidikannya. Wazir Ruma Bicara yang dipegang oleh Abdul Hamid (menggantikan Muhammad Qurais) pada era itu juga mempunyai peran dan menaruh perhatian yang amat besar dalam bidang yang sama.

- Biografi Tokoh-

Sultan Muhammad Salahuddin

Sultan Muhammad Salahuddin (lahir di Bima, Nusa Tenggara Barat, 15 Julai 1889 – meninggal 11 Jun 1951 pada umur 61 tahun) adalah Sultan Bima yang bertahta tahun 1920-1943. Namanya kini diabadikan di Bandar Udara Muhammad Salahuddin, Bima.

KESULTANAN PAPEKAT(1660-1815)

Pemerintahan Kesultanan Papekat

 Kronologi;
1660                     Kesultanan Papekat di tubuhkan

10 Apr 1815              Letusan gunung berapi Tambora memusnahkan kerajaan.
 
Sultan

1794 - 10 Apr 1815         Abdul Muhammad                     (d. 1815)
  Sejarah Kerajaan Papekat (Pekat).

Dimasa pemerintahan kabupaten Dompu,nama Pekat saat ini merupakan nama sebuah desa yang terletak di wilayah kecamatan Pekat – Calabay Dompu (Nama Ibu Kota Kecamatan Pekat) Konon nama Pekat berasal dari kata “Pepekat”.
Kerajaan kecil ini tidak banyak meninggalkan atau menyimpan bukti-bukti untuk mendukung keberadaan kerajaan tersebut dari dulu bahkan hampir dikatakan tidak ada sama sekali,hanya nama Pekat kini merupakan nama sebuah desa di kawasan lereng gunung Tambora. Catatan sejarah menyebutkan,meskipun suatu kerajaan kecil tetapi Pekat saat itu terus berdiri  dengan izin oleh pemerintah penjanjah VOC terutama untuk membendung pengaruh dari Kerajaan Makassar  pada masa itu supaya dapat membentuk kekuatan di situ. Maka dengan Pekat pihak VOC mengikat terus persahabatan yang baik sekali, tetapi akibat gunung Tambora meletus,akhirnya penduduk di Kerajaan Pekat musnah seluruhnya kemudian bekas kerajaan Pekat digabung kan dengan wilayah kekuasaan Kerajaan dompu hingga sekarang ini.

Gunung Tambora Meletus pada tanggal 10 – 11 April 1815, dalam catatan sejarah Dompu letusan Tambora yang paling dahsyat yakni letusan pada tanggal 11 April 1815 yang mengakibatkan beberapa Kerajaan kecil yang terletak di sekitar Tambora menjadi sasaran empuk musibah tersebut sehingga 3 Kerajaan kecil tersebut musnah. Pralaya (Malapetaka) tersebut tampaknya di satu sisi berdampak positif bagi berkembangan Kerajaan Dompu, sebab setelah sekian tahun lamanya dalam perkembangan selanjutnya wilayah Kerajaan (Kesultanan) Dompu bertambah luas wilayahnya kerana bekas wilayah 3 Kerajaan kecil pernah musnah akibat letusan Tambora tersebut akhirnya masuk kedalam wilayah Kerajaan (Kesultanan) Dompu hingga sekarang ini. Dengan bertambahnya wilayah Kesultanan Dompu tersebut (Pekat,Tambora dan sebagian wilayah Kerajaan Sanggar) maka  merupakan suatu pertanda kelahiran baru bagi DOMPU BOU (Dompu Baru), yakni pergantian antara Dompu Lama dan Dompu Baru. Peristiwa tersebut menggambarkan kelahiran wilayah Dompu yang bertambah luas wilayahnya. 11 April 1815 Tambora meletus dengan dahsyatnya, akibat letusan Tambora wilayah Dompu dikemudian hari bertambah luasnya meliputi bekas Kerajaan Pekat, Kerajaan Tambora. DOMPU YANG BARU pun akhirnya lahir. Oleh ahli sejarah Prof.DR.Helyus Syamsuddin.PHd, peristiwa 11 April 1815 tersebut akhirnya dijadikan sebagai hari bermakna dan dasar yang kuat sehingga 11 April dijadikan sebagai hari lahir atau hari jadi DOMPU. Selanjutnya melalui Peraturan Daerah (Perda) No.18 tanggal 19 Bulan Jun 2004 ditetapkan bahawa tanggal 11 April 1815 sebagai hari lahir/hari jadi Dompu.

KERAJAAN SANGGAR(1700-1926)

Pemerintahan Kerajaan Sanggar

 -kronologi-

1700                  Kerajaan Sanggar DITUBUHKAN

1926                  DI satukan dalam Kesultanan Bima


                    

Raja

1)1700 - 1704              Kalongkong Hasanuddin

2)1704 - c.1764             
Daeng Pamalie

3)1765 - 17..                Muhammad Johan Syah


4)17.. - 1790                Adam Safiallah


5)1790 - 1805                Muhammad Sulaiman


6)1805 - 1815                Ismail Ali


7)1815 - 1836                La Lisa Daeng Jaie


8)1836 - 1845                Daeng Malabba


9)1845 - 1869                Manga Daeng Manasse 


10)1869 - 22 Dec 1900         La Kamea Daeng Nganjo Siamsuddin   (b. c.1820 - d. 1900)


22 Dec 1900 - 1901         Regency

 
11)1901 - 1926                Abdullah Siamsuddin Daeng Manggala (d. c.1928)



Sejarah

Sanggar pada masa lalu adalah sebuah kerajaan berdaulat. Menurut A. Razak Aziz dalam tulisannya “ Rangkaian Peristiwa di Kerajaan Sanggar 1667-1928” (1990:1) “ Kerajaan Sanggar telah berdiri sekitar abad 14 Masehi berpusat di Boro” Dalam perkembangan sejarah kerajaan-kerajaan di Pulau Sumbawa Kerajaan Sanggar tidak banyak dibicarakan. Keberadaanya seolah olah “tenggelam” di antara Kerajaan Bima dan Sumbawa. Padahal dari hasil-hasil penelitian kebelakangan ini, Sanggar sesungguhnya mempunyai peranan penting dalam pelayaran dan perdagangan di Indonesia Timur. Dalam Peta Indonesia yang dibuat oleh Theodore De Bryn dari “ Petits Voyages” tahun 1527-1598 Core ( baca: Kore-Sanggar) adalah salah satu dari tiga kerajaan yakni Sumbawa, Bima yang ada di Pulau Sumbawa yang merupakan jaringan perdagangan Internasional.

 Pusat Kerajaan

Pada awal berdirinya Kerajaan Sanggar berpusat di Boro. Ditinjau dari letak geografinya Kerajaan Sanggar merupakan kerajaan maritim yang letaknya berada di pesisir pantai (+ 500 m dari garis pantai). Dalam perkembangannya kemudian, pada abad 17 Kerajaan Sanggar berpusat di Kore sampai dengan terjadinya proses integrasi Sanggar ke dalam wilayah Kerajaan Bima 1928/1929 yang sampai saat ini masih menjadi bahan perdebatan. “Apakah proses itu atas kehendak rakyat Sanggar atau upaya pemaksaan Kerajaan Bima dalam memperluas wilayah kekuasaanya? atau bahkan kerana kebijakan politik Belanda?. Menurut Tawalidin Haris dkk (1997) “ Proses integrasi Kerajaan Sanggar ke dalam wilayah Kerajaan Bima tidak terlepas dari campur tangan Kolonial Belanda”.

  Hubungan Kerajaan Sanggar dengan kerajaan-kerajaan sekitarnya.

Dalam sumber sumber sastera Jawa Kuno (kitab Nagarakertagama yang ditulis oleh Empu Prapanca pada masa Kerajaan Majapahit abad 14 M), disebutkan bahwa Kore (baca: Kerajaan Sanggar) telah menjalin hubungan politik maupun budaya dengan kerajaan-kerajaan di Pulau Jawa dan Bali. Disebutkan pula bahwa Kore (baca: Kerajaan Sanggar) dan Bima adalah merupakan pelabuhan penting yang berada di pantai utara. Dengan demikian keberadaan Kore (baca: Kerajaan Sanggar) dalam sejumlah karya sastera berbahasa Jawa Kuno membuktikan bahwa Kerajaan Sanggar telah dikenal oleh orang orang Jawa atau Bali baik melalui dominasi politik maupun  perdagangan.
Selain menjalin hubungan dengan kerajaan di Jawa, Kerajaan Sanggar juga menjalin hubungan perdagangan dengan kerajaan kerajaan di Sulawesi. Dalam kronik Gowa dan Tallo disebutkan enam buah kerajaan di Pulau Sumbawa yakni, Sanggar, Bima, Dompu, Sumbawa, Tambora dan Pekat. Kerajaan kerajaan ini ditaklukkan oleh ekspedisi Makassar (Gowa) dalam rangka menyebarkan agama Islam di Pulau Sumbawa pada awal abad 17. Sejak menjadi vassal Gowa ( Makassar) kerajaan Sanggar mengirimkan ufti berupa hasil bumi ke Kerajaan Gowa.
Secara politik hubungan Kerajaan Sanggar dengan Kerajaan Gowa berakhir setelah ditandatanganinya Perjanjian Bungaya tahun 1667, yang mengakhiri Perang Makassar, namun hubungan perdagangan dan budaya tetap berlangsung pada abad abad sesudahnya. Dari hasil penelusuran  tentang keturunan orang-orang Sanggar terutama yang menetap di boro dan Kore saat ini, ternyata tidak sedikit yang memiliki garis keturunan Makassar dan Bugis.

KESULTANAN TAMBORA(1675-1815)

Pemerintahan Kesultanan Tambora

- KRONOLOGI;

1675                       Kesultanan Tambora DI TUBUHKAN.
 
10 Apr 1815                Musnah keseluruhan kerajaan dan rakyatnya akibat letusan Gunung Tambora yang dahsyat
 
Sultans
 
1)1794 - 1800                Abdul Rasyid Tajul Arifin
 
2)1800 - 1801                Muhammad Tajul Masahur
 
3)1801 - 10 Apr 1815         Abdul Ghafur Daeng Mataram          (d. 1815)

* Sejarah realiti Asal Mulanya Meletus Gunung Tambora*

Ini adalah cerita tentang kerajaan Tambora yang dimurkai Allah SWT, maka binasalah kerajaan Tambora sekarang ini.
Ceritanya bermula dari seorang Syekh Said Idrus, yang berasal dari Bengkulu, beliau datang menumpang kapal orang Bugis, datang ke kerajaan Tambora untuk berdagang. Maka pada suatu  hari Syeikh Said Idrus pergi daratan, masuk ke kerajaan Tambora untuk berjalan-jalan sembari melihat keadaan negeri tersebut sampai tiba Lohor, maka ia masuk dalam mesjid untuk melakukan Sholat (sembahyang) Lohor, kemudian didalam Mesjid itu terdapat seekor Anjing, maka Syeikh Said Idrus menyuruh orang untuk mengusir Anjing tersebut dan memukulnya. Maka orang yang bertugas untuk menjaga Anjing tersebut marah, kemudian dia mengatakan, bahwa Anjing itu adalah kepunyaan sultan. Syeikh Said mengatakan, “siapapun Tuannya Anjing ini, kerana ini adalah Mesjid, Rumah Allah Subhanahu Wa Taala untuk beribadah yang harus tetap suci, maka siapapun yang memasukkan Anjing kedalam Mesjid maka dia adalah Kafir”. Kemudian orang yang bertugas menjaga Anjing tersebut pergi mengadu kepada sultan Tambora, dia melaporkan kepada Raja, mengatakan “ada seorang Syeikh Arab mengatakan kita ini orang Tambora dikatakan kafir, sebab dia melihat ada Anjing didalam Mesjid”.
Setelah sultan Tambora yang bernama Abdul Gafur mendengar pengaduan itu, maka sultan pun marah, maka sultan Tambora memerintahkan orang untuk menyembelih Anjing dan Kambing, kemudian menyuruh orang mengundang Syeikh Said Idrus itu. Maka Syekh Said Idruspun datang ke Istana Raja Tambora dengan segala didampingi oleh para Prajurit. Setelah memasuki Istana kemudian Syekh dipersilakan duduk. Kemudian makananpun di hidangkan di hadapan para tamu-tamu Raja, akan tetapi hanya satu hidangan yang berisi daging Anjing iaitu hidangan untuk syeikh Said Idrus, sedangkan daging Kambing di hidangkan untuk para Undangan lainnya dan sultan Tambora.
Maka hidanganan pun disantap. Setelah selesai menyantap makanan yang dihidangkan, sultan Tambora itu pun bertanya kepada Syeikh Said Idrus, kata sultan Tambora “hai orang Arab! Bagaimana menurut anda tentang haramnya Anjing?” maka Syeikh menjawab pertanyaan sultan, “memang Haram”. Maka sultan Tambora itu pun berkata, “ jika kau katakana Haram, mengapa engkau memakan daging Anjing tadi?”, kemudian Syeikh menjawab perkataan sultan, “bukan Anjing yang saya makan tadi, itukan daging kambing seperti  yang dibilang oleh pelayan”. Kemudian Syeikh dan sultan saling berbantahan satu sama lain, lalu sultan sangat marah kepada Syeikh Said, kemudian Raja memerintahkan pengawalnya membawa Syekh Said untuk dibunuh “bawa orang Arab ini, dan bunuh dia”, kemudian para pengawal membawa Syeikh Said ke atas gunung Tambora, sesampainya diatas gunung Tambora Syeikh Said di tikam dengan tombak akan tetapi tombak tersebut tidak mengenai Syeikh Said, kemudian para pengawal itu mengambil sebongkah batu dan kayu memukul kepala beserta badannya Syeikh Said hingga darahnya memercik dimana-mana hingga mati, kemudian para pengawal Raja membuang jasadnya Syeikh Said Idrus kedalam Gua, lalu para pengawal pulang untuk pergi melaporkan kepada sultan, ditengah jalan antara gunung dan kerajaan para pengawal melihat Api yang menyala ditempat terbunuhnya Syeikh Said Idrus, Api tersebut makin membesar dan membakar seluruh pohon dan mengarah ke kerajaan Tambora, maka para pengawal yang telah membunuh Syeikh, melarikan diri semua kedalam kerajaan Tambora, akan tetapi Api lebih cepat membakar kerajaan Tambora, kemudian seluruh Rakyat kerajaan Tambora panik kerana pada saat itu mereka sedang asik tidur dikala Subuh. Bunyi ledakan gunung menunjukkan kebesaran Allah SWT, orang-orang masing menyelamatkan diri dengan di tutupi oleh hujan abu, beberapa ribuan orang mati seketika, hingga kerajaan Tambora hilang  dibakar oleh api gunung Tambora.
Maka kerajaan Tamborapun terkena bala, kerajaan Sanggar dan Pekat (kala itu Raja Pekat di bawah sultan  Muhammad) juga tertelan oleh Ombak besar dan Lahar yang membakar menghanguskan Bumi, kerajaan Sumbawa, Dompu dan Bima, mengalami kelaparan hingga mati dan terkena tempiasnya, hingga ada yang menjual dirinya dan menukar dirinya dengan Padi hanya untuk bisa mendapatkan makanan.
Semua kerajaan di Pulau Sumbawa tenggelam oleh hujan abu segala macam binatang mati tertutup abu, Selama tiga tahun tidak dapat bercucuk tanam, sehingga banyak orang yang mati.
Dan sebahagian lagi di kerajaan Makasar dan kerajaan Bugis, pada saat gunung Tambora meledak dua kerajaan itu menjadi gelap gulita tertutup oleh hujan abu hitam seantero kerajaan Makasar dan Bugis sehingga tanah di dua kerajaan itu menjadi tebal oleh abu.
Selang beberapa hari setelah meletusnya gunung Tambora, dari arah Selatan datang tiga ombak besar dan menghanyutkan korban yang tersisa dan membawa kapal-kapal yang berlabuh naik ke hutan dan meluluh-lantahkan tujuh kerajaan kecil.
 
(di kuitip dari : Roorda Van Eysinga, 1841, II, hlm. 37-40, Bo` Sangaji Kai, hlm. Naskah 87; Chambert-Loir & Salahuddin 1999, 319).

KERAJAAN MELIAU(1700-1898)

Senarai Pemerintah Meliau

KRONOLOGI

1700                     Kerajaan Meliau di tubuhkan
 
1905                     Kerajaan Meliau dihapuskan dan diletskksn dlm kolonisl Belanda
 
pemerintah (gelaran  Pangeran)

1)1782 - 1800                Suria Adiningrat

2)1800 - 1823                Mangku

3)1823 - 1869                Ratu Mangku Negara

4)1869 - 1885                Ratu Anom Paku Negara

5)1885 - 1889                Ratu Muda Paku Negara Abdul Rauf

6)1889 - 1890                Paku Negara Suria Kusuma

--1890                      digabungkan dalam Kerajaan Tayan

Sejarah Kerajaan Meliau

Raja pertama kerajaan Meliau adalah Pangeran Mancar, putera ketiga Brawijaya dari kerajaan Majapahit. Bersama dengan saudara-saudaranya, Pangeran Mancar meninggalkan kerajaan Tanjungpura yang sering terlibat peperangan menuju daerah pedalaman Kalimantan.
Menurut Staatsblad van Nederlandisch Indië tahun 1849, wilayah ini termasuk dalam wester-afdeeling berdasarkan Bêsluit van den Minister van Staat, Gouverneur-Generaal van Nederlandsch-Indie, pada 27 Ogos 1849, No. 8[5]
Pada 1866, Pangeran Adipati Mangku Negara, panembahan kerajaan Meliau mengundurkan diri. Atas bantuan Belanda, putera mahkota yang pergi merantau tanpa diketahui ke mana hala tujunya, diketemukan di Minahasa, Sulawesi Utara. Ia telah memeluk agama Kristian dan menjadi pedagang. Atas pujukan Belanda, putera mahkota kembali ke Meliau pada 1869 dan dinobatkan sebagai raja dengan gelar Ratu Anum Paku Negara. Ratu Anum Paku Negara kemudian kembali ke agama Islam serta mendirikan keraton dan bangunan dari kayu dengan arkitektur yang indah di zamannya.
Ratu Anum Paku Negara wafat pada 1885. Putera tunggalnya, Abdul Salam pada waktu itu menjabat sebagai jaksa di Betawi. Abdul Salam kemudian diangkat menggantikan ayahnya dengan gelar Pangeran Ratu Muda Paku Negara. Pada 2 Ogos 1889, kerana kurang puas dengan pemerintahannya, Pangeran Ratu Muda Paku Negara meninggalkan tahta kerajaan dan kembali ke Betawi. Tahun 1897, ia wafat tanpa meninggalkan keturunan.
Dengan beslit nomor 23 tanggal 15 Januari 1890, Gusti Mohamad Ali dari kerajaan Tayan kemudian menggabungkan kerajaan Meliau ke kerajaannya yang berlaku efektif pada 26 Februari 1890. Pada masa pemerintahan panembahan kerajaan Tayan berikutnya, Panembahan Anum Paku Negara, kerajaan Meliau dijadikan Gouvernement Gebied di bawah kekuasaan pemerintahan Hindia Belanda.

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...