Friday, January 4, 2013

KESULTANAN GUNUNG TABUR(1820-1960)

1. Sejarah

Kesultanan Gunung Tabur merupakan pecahan dari Kerajaan Berau. Bersama dengan Kesultanan Sambaliyung, Kesultanan Gunung Tabur pernah menyatu dalam satu nama dan sistem pemerintahan Kerajaan Berau. Awal mula perpecahan tersebut terjadi pada abad ke-17, yaitu ketika penjajah Belanda memasuki Kerajaan Berau dengan berkedok sebagai pedagang (VOC). Belanda kemudian menerapkan “devide et empera” (politik perpecahan) pada tahun 1810 yang menyebabkan Kerajaan Berau terpecah. Pecahnya kerajaan ini bersamaan dengan masuknya ajaran agama Islam ke Berau yang dibawa oleh Imam Sambuayan dengan pusat penyebarannya di sekitar Desa Sukan.
Kesultanan Gunung Tabur terletak di Kabupaten Berau, Provinsi Kalimantan Timur, Indonesia. Fakta sejarah yang dapat membuktikan adanya kesultanan ini adalah istana Gunung Tabur. Bagan istana ini sebenarnya telah rusak sejak Perang Dunia ke-2. Namun, secara umum bangunan istana masih bisa dinikmati peninggalan sejarahnya. Letak istana ini berhadap-hadapan dengan Istana Sambaliyung. Istana Gunung Tabur terletak di tepi Sungai Sagan dan Istana Sambaliyung terletak di tepi Sungai Kelay.
Peninggalan kesultanan ini, di samping istana, juga terdapat Keraton Gunung Tabur. Letak keraton ini juga berhadapan dengan Keraton Sambaliyung yang dibelah oleh Sungai Berau. Tempat ini kemudian berubah sebagai Museum Batiwakkal, yang bisa dijangkau dalam waktu sekitar 20 menit melalui jembatan Segah atau tiga menit jika memilih naik ketinting. Museum ini dibangun pada 1990 dan diresmikan pada 1992. Di museum ini tersimpan sekitar 700 koleksi berharga berupa benda sejarah, keramik, benda arkeologis, etnografis, dan naskah. Kini, musem ini telah menjadi tempat wisata yang menarik dikunjungi oleh wisatawan. Para pengunjung juga dapat melihat kediaman Putri Keraton Gunung Tabur.

2. Silsilah

Silsilah Sultan dalam Kesultanan Gunung Tabur adalah sebagai berikut:

Zainul Abidin II bin Badruddin (1820-1834)
Ayi Kuning II bin Zainul Abidin (1834-1850)
Amiruddin Maharaja Dendah I (1850-1876)
Hasanuddin II Maharaja Dendah II bin Amiruddin (1876-1882)
Si Atas (1882- …)
(Bupati) Maulana Ahmad (…-1921)
Muhammad Khalifatullah Jalaluddin (1921-1951)
Aji Raden Muhammad Ayub (1951 – 1960)
NB: Masih ada sejumlah sultan yang belum tercatat secara lengkap periode kekuasaannya.

3. Periode Pemerintahan
Kesultanan Gunung Tabur berdiri sejak terpisah dari Kerajaan Berau, yaitu sejak tahun 1820 hingga menyatu kembali dalam tata pemerintahan Kabupaten Berau pada tahun 1960. Artinya bahwa kesultanan ini sempat eksis selama hampir satu setengah abad. Pada tahun 1960, bersama dengan Kesultanan Sambaliyung, Kesultanan Gunung Tabur secara resmi dihapuskan eksistensinya melalui keputusan parlemen Indonesia. Kesultanan Gunung Tabur kemudian menjadi nama sebuah kecamatan dalam lingkup Kabupaten Berau, Provinsi Kalimantan Timur.

4. Wilayah Kekuasaan
Sebelum menyatu dengan Kabupaten Berau, wilayah kekuasaan Kesultanan Gunung Tabur meliputi daerah yang kini dikenal dengan nama Kecamatan Gunung Tabur.

Sumber :
Dinas Pariwisata Kab. Berau

KESULTANAN BULUNGAN(1731-1858)

[Bulungan former flag]
                       bendera asal
[Bulungan flag (Indonesia)]
                     bendera terkini?
  -SENARAI SULTAN BULUNGAN YANG MEMERINTAH;

1-PEMERINTAH (Bergelar Wira)

1695 - 1731                Digendung
1731 - 1777                Amir                                     (mangkat 1817)

2-Sultans
 
1777 - 1817                Aji Muhammad bin Muhammad Zainul Abidin  (s.a.)
                             (= Wira Amir)
1817 - 1861                Muhammad Alimuddin Amirul Muminin 

                             Kahharuddin I bin Muhammad 
                             Zainul Abidin (1st time)
1861 - 1866                Muhammad Jalaluddin bin Muhammad         (d. 1866) 
                             Kahharuddin
1866 - 1873                Muhammad Alimuddin Amirul Muminin 
                             Kahharuddin I bin Muhammad 
                             Zainul Abidin (2nd time)
1873 - 1875                Muhammad Khalifatul Adil
1875 - 1889                Muhammad Kahharuddin II bin 
                             Maharaja Lela
1889 - 1899                Muhammad Azimuddin                        (d. 18..)
1899 - 1901                Pangean Kesuma (f) -Regent
1901 - 1924                Muhammad Kasimuddin
1924 - 1929                Datu Mansyur -Regent
1929 - 27 Mar 1930         Maulana Ahmad Sulaimanuddin               (b. 1909 - d. 1930)
1930 - 21 Dec 1958         Maulana Muhammad Jalaluddin               (b. 1882 - d. 1958)
1958 - ....                Maulana Al Mamun bin Maulana
                             Muhammad Jalaluddin

23 Oct 2002 -              Maulana Muhammad Al Mamun                 (b. 1940)

 Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Kesultanan Bulungan atau Bulongan[1] adalah kesultanan yang pernah menguasai wilayah pesisir Kabupaten Bulungan, Kabupaten Malinau, Kabupaten Nunukan, dan Kota Tarakan sekarang. Kesultanan ini berdiri pada tahun 1731, dengan raja pertama bernama Wira Amir gelar Amiril Mukminin (17311777), dan Raja Kesultanan Bulungan yang terakhir atau ke-13 adalah Datuk Tiras gelar Sultan Maulana Muhammad Djalalluddin (1931-1958).[2] Negeri Bulungan bekas daerah milik "negara Berau" yang telah memisahkan diri[3] sehingga dalam perjanjian Kesultanan Banjar dengan VOC-Belanda dianggap sebagai bagian dari "negara Berau" (Berau bekas vazal Banjar).[4] Pada kenyataannya sampai tahun 1850, Bulungan berada di bawah dominasi Kesultanan Sulu.[5]

 Sejarah Kerajaan Bulungan


Istana Kesultanan Bulungan pada abad ke-20.

Sultan Jalaluddin bersama permaisuri (tahun 1940).

Atraksi Mendayung saat kedatangan pejabat kolonial ke Kesultanan Bulungan (hingga 1930).
Berdirinya Kerajaan Bulungan tidak dapat dipisahkan dengan mitos ataupun legenda yang hidup secara turun-temurun dalam masyarakat. Legenda bersifat lisan dan merupakan cerita rakyat yang dianggap oleh yang empunya cerita sebagai suatu kejadian yang benar-benar terjadi. Karena sifatnya yang tidak tertulis dan sering kali mengalami distorsi maka sering kali pula dapat jauh berbeda dengan kisah aslinya. Yang demkian itulah disebut dengan folk history (sejarah kolektif). Kuwanyi, adalah nama seorang pemimpin suku bangsa Dayak Hupan (Dayak Kayan) karena tinggal di hilir Sungai Kayan, mula-mula mendiami sebuah perkampungan kecil yang penghuninya hanya terdiri atas kurang lebih 80 jiwa di tepi Sungai Payang, cabang Sungai Pujungan. Karena kehidupan penduduk sehari-hari kurang baik, maka mereka pindah ke hilir sebuah sungai besar yang bernama Sungai Kayan.
Suatu hari Kuwanyi pergi berburu ke hutan, tetapi tidak seekorpun binatang yang diperolehnya, kecuali seruas bambu besar yang disebut bambu betung dan sebutir telur yang terletak di atas tunggul kayu Jemlay. Bambu dan telur itu dibawanya pulang ke rumah. Dari bambu itu keluar seorang anak laki-laki dan ketika telur itu dipecah ke luar pula seorang anak perempuan. Kedua anak ini dianggap sebagai kurnia para Dewa. Kuwanyi dan istrinya memelihara anak itu baik-baik sampai dewasa. Ketika keduanya dewasa, maka masing-masing diberi nama Jauwiru untuk yang laki-laki dan yang perempuan bernama Lemlai Suri. Keduanya dikawinkan oleh Kuwanyi.

Kisah Jauwiru dan Lemlai Suri kini diabadikan dengan didirikannya sebuah Monumen Telor Pecah. Monumen tersebut terletak di antara Jl. sengkawit dan Jl. Jelarai, Kota Tanjung Selor, yang mengingatkan kita tentang cikal bakal berdirinya kesultanan Bulungan.
Bulungan, berasal dari perkataan Bulu Tengon (Bahasa Bulungan), yang artinya bambu betulan. Karena adanya perubahan dialek bahasa Melayu maka berubah menjadi “Bulungan”. Dari sebuah bambu itulah terlahir seorang calon pemimpin yang diberi nama Jauwiru. Dan dalam perjalanan sejarah keturunan, lahirlah kesultanan Bulungan. Setelah Kuwanyi wafat maka Jauwiru menggantikan kedudukan sebagai ketua suku bangsa Dayak (Hupan). Kemudian Jauwiru mempunyai seorang putera bernama Paran Anyi.
Paran Anyi tidak mempunyai seorang putera, tetapi mempunyai seorang puteri yang bernama Lahai Bara yang kemudian kawin dengan seorang laki-laki bernama Wan Paren, yang menggantikan kedudukannya. Dari perkawinan Lahai Bara dan Wan Paren lahir seorang putera bernama Si Barau dan seorang puteri bernama Simun Luwan. Pada masa akhir hidupnya, Lahai Bara mengamanatkan kepada anak-anaknya supaya “Lungun” yaitu peti matinya diletakkan di sebelah hilir [[sungai Kipah]]. Lahai Bara mewariskan tiga macam benda pusaka, yaitu ani-ani (kerkapan). Kedabang, sejenis tutup kepala dan sebuah dayung (bersairuk). Tiga jenis barang warisan ini menimbulkan perselisihan antara Si Barau dan saudaranya, Simun Luwan. Akhirnya Simun Luwan berhasil mengambil dayung dan pergi membawa serta peti mati Lahai Bara.
Karena kesaktian yang dimiliki oleh Simun Luwan, hanya dengan menggoreskan ujung dayung pada sebuah tanjung dari sungai Payang, maka tanjung itu terputus dan hanyut ke hilir sampai ke tepi Sungai Kayan, yang sekarang terletak di kampung Long Pelban. Di Hulu kampung Long Pelban inilah peti mati Lahai Bara dikuburkan. Menurut kepercayaan seluruh keturunan Lahai Bara, terutama keturunan raja-raja Bulungan, dahulu tidak ada seorangpun yang berani melintasi kuburan Lahai Bara ini, karena takut kutukan Si Barau ketika bertengkar dengan Simun Luwan. Bahwa siapa saja dari keturunan Lahai Bara bila melewati peti matinya niscaya tidak akan selamat. Tanjung hanyut itu sampai sekarang oleh suku-suku bangsa Dayak Kayan dinamakan Busang Mayun, artinya Pulau Hanyut.
Kepergian Simun Luwan disebabkan oleh perselisihan dengan saudaranya sendiri, saat itu merupakan permulaan perpindahan suku-suku bangsa Kayan, meninggalkan tempat asal nenek moyang mereka di sungai Payang menuju sungai Kayan, dan menetap tidak jauh dari Kota Tanjung Selor, ibu kota Kabupaten Bulungan sekarang. Suku bangsa Kayan hingga sekarang masih terdapat di beberapa perkampungan di sepanjang sungai Kayan, di hulu Tanjung Selor, di Kampung Long Mara, Antutan dan Pimping. Simun Luwan mempunyai suami bernama Sadang, dan dari perkawinan mereka lahir seorang anak perempuan bernama Asung Luwan. Asung Luwan kawin dengan seorang bangsawan dari Brunei, yaitu Datuk Mencang.

Para kerabat Kesultanan Bulungan
Sejak pemerintahan Datuk Mencang inilah timbulnuya kerajaan Bulungan. Datuk Mencang adalah salah seorang putera Raja Brunei di Kalimantan Utara yang telah mempunyai bentuk pemerintahan teratur. Datuk Mencang berlabuh di muara sungai Kayan Karena kehabisan persediaan air minum. Dengan sebuah perahu kecil Datuk Mencang dan Datuk Tantalani menyusuri sungai Kayan mencari air tawar, tetapi suku bangsa Kayan sudah siap menghadang kedatangan mereka. Mujur pihak Datuk Mencang dan Datuk Tantalani cukup bijaksana dapat mengatasi keadaan dan berhasil mengadakan perdamaian dengan penduduk asli sungai Kayan. Dari hasil perdamaian ini akhirnya Datuk Mencang kawin dengan Asung Luwan, salah seorang puteri keturunan Jauwiru.
Menurut legenda, lamaran Datuk Mencang atas Asung Luwan ditolak, kecuali Pangeran dari Brunei itu sanggup mempersembahkan mas kawin berupa kepala Sumbang Lawing, pembunuh Sadang, kakaknya. Melalui perjuangan, ketangkasan dan kecerdasan, akhirnya Datuk Mencang dapat mengalahkan Sumbang Lawing. Perang tanding dilakukan dengan uji ketangkasan membelah jeruk yang bergerak dengan senjata. Datuk Mencang lebih unggul dan meme-nangkan uji ketangkasan tersebut.
Setelah Asung Luwan menikah dengan datuk Mencang (1555-1594), berakhirlah masa pemerintahan di daerah Bulungan yang dipimpin oleh Kepala Adat/Suku, karena sejak Datuk Mencang memimpin daerah Bulungan, pemimpinnya disebut sebagai Kesatria/Wira.
Berikut adalah daftar Sultan Bulungan, daftar berikut masih belum sempurna, karena ada tahun yang hilang serta nama yang tidak diketahui.[6]

 Masa Pemerintahan Yang Dipimpin Oleh Seorang Kesatria/Wira

  • Datuk Mencang (Seorang bangsawan dari Brunei), beristrikan Asung Luwan(1555-1594)
  • Singa Laut, Menantu dari Datuk Mencang (1594-1618)
  • Wira Kelana, Putera Singa Laut (1618-1640)
  • Wira Keranda, Putera Wira Kelana (1640-1695)
  • Wira Digendung, putra Wira Keranda (1695-1731)
  • Wira Amir, Putera Wira Digendung Gelar Sultan Amiril Mukminin (1731-1777)

Masa Pemerintahan Yang Dipimpin Oleh Seorang Sultan

  • Aji Muhammad/Sultan Alimuddin bin Muhammad Zainul Abidin/Sultan Amiril Mukminin/Wira Amir (1877-1817)
  • Muhammad Alimuddin Amirul Muminin Kahharuddin I bin Sultan Alimuddin (jabatan ke-1) (1817-1861)
  • Muhammad Jalaluddin bin Muhammad Alimuddin (1861-1866)
  • Muhammad Alimuddin Amirul Muminin Kahharuddin I bin Sultan Alimuddin (jabatan ke-2) (1866-1873)
  • Muhammad Khalifatul Adil bin Maoelanna (1873-1875)
  • Muhammad Kahharuddin II bin Maharaja Lela (1875-1889)
  • Sultan Azimuddin bin Sultan Amiril Kaharuddin (1889-1899).
  • Pengian Kesuma (1899-1901). Ia adalah istri Sultan Azimuddin.
  • Sultan Kasimuddin
  • Datu Mansyur (1925-1930), Pemangku jabatan sultan
  • Maulana Ahmad Sulaimanuddin (1930-1931) menikah dengan Tengku Lailan Syafinah binti alm. Tuanku Sultan Abdul Aziz Abdul Jalil Rakhmat Shah (Sultan Langkat)[7]
  • Maulana Muhammad Jalaluddin (1931-1958)
Orang Belanda menaklukkan Berau pada tahun 1834 dan dikenakan kedaulatan Belanda terhadap Kutai pada tahun 1848, dan kemudian terhadap Bulungan yang ditandatangani dengan Sultan Bulungan Kontrak Politik pada tahun 1850. Bersemangat untuk memerangi pembajakan dan perdagangan budak, bersedia untuk melawan pembajakan dan perdagangan budak, mereka mulai untuk campur tangan di wilayah ini.
Dalam tahun 1853, Bulungan sudah dimasukkan dalam wilayah pengaruh Belanda.[8]
Sampai tahun 1850, Bulungan berada di bawah Kesultanan Sulu.[9] Selama periode ini, kapal Sulu pergi ke Tarakan dan kemudian di Bulungan untuk perdagangan langsung dengan Tidung. Pengaruh ini berakhir pada 1878 dengan penandatanganan perjanjian antara Inggris dan Spanyol yang dirancang untuk Sulu.
Pada 1881, Perusahaan Kalimantan Utara Chartered dibentuk, yang merupakan Borneo utara di bawah yurisdiksi Inggris, tetapi Belanda mulai menolak. Kesultanan itu akhirnya dimasukkan dalam kerajaan Hindia Belanda pada tahun 1880-an kolonial. Orang Belanda menginstal sebuah pos pemerintah di Tanjung Selor pada tahun 1893. Pada tahun 1900-an, seperti banyak negara-negara kerajaan lain di kepulauan ini, Sultan terpaksa menandatangani Korte verklaring, pernyataan "singkat" oleh yang menjual sebagian besar kekuasaannya atas tanah hulu.
Orang Belanda akhirnya mengakui perbatasan antara dua wilayah hukum pada tahun 1915. Kesultanan ini dikenakan status Zelfbestuur, "administrasi sendiri", pada tahun 1928, lagi-lagi seperti banyak negara pangeran Hindia Belanda.
Penemuan minyak di BPM (Bataafse Petroleum Maatschappij) di pulau Bunyu dan Tarakan akan memberikan sangat penting bagi Bulungan untuk orang Belanda, karena Tarakan ibukota daerah.
Setelah pengakuan kemerdekaan Indonesia dari Kerajaan Belanda, wilayah menerima status Wilayah Swapraja Bulungan atau "wilayah otonom" di Republik Indonesia pada tahun 1950, maka Wilayah Istimewa atau "wilayah khusus " pada tahun 1955. Sultan terakhir, Jalaluddin, meninggal pada tahun 1958. kesultanan itu dihapuskan pada tahun 1959 dan wilayah itu menjadi kabupaten yang sederhana.

KERAJAAN DJONGKONG(1800-1917)




   LATAR BELAKANG 
 
Menurut kisah “Jongkong” berasal dari salah satu nama tumbuhan atau kayu yang dalam bahasa setempat disebut ”Jungkung” (libut). Sejenis kayu yang lembut,mengapung atau timbul,jika diatas air,tapi sulit dipotong.
Karakteristik kayu libut memang unik, lembut tapi “liut”, ibaratkan sifat manusia yang lemah lembut, tapi sulit ditundukkan. Tumbuhan ini hidup diatas air, sesuai ciri kawasan yang rendah dan mudah tergenang air.
Nama Jongkong terdapat pula di Tanjung Balai Karimun yaitu sebuah kawasan yang kaya dengan tambang tembaga. Tak jelas, memang apakah ada hubungan anatara Kota Jongkong di Muara Sungai Embau dengan Kota Jongkong di Tanjung Balai Karimun Propinsi Riau.
Apakah nama kedua kota ini yang kebetulan sama karena serupun kaum melayu, atau memang kota ini didirikan oleh orang riau dulunya? ( allahu a’lam bissahawab ).




  1.     TUAH JONGKONG
Sebuah kota yang terletak dipinggir sungai dimuara batang embau berderetan rumah tinggi terbuat dari tiang-tiang tembesu dan lanting-lanting yang membentang sepanjang bibir sungai. Sebuah kota yang semakin ramai dan galak perkembangannya dari gari kehari .
Disetiap sudut kota, berdiri masjid dan surau yang menandai kota yang bernuansa religious berprndudukan yang paling besar dari suku melayu yang menganut agama islam.
Kota air memang lebih cocok buat jongkong, karena letak kota di dataran rendah dan pemukiman penduduk dibawah hamparan bukit senara dan bukit semujan yang berdiri kokoh.
Tak jelas berdirinya kota ini, yang pasti jongkong bukan hongkong, tapi mirip dari segi aktifitas, dengan semangat anak melayu yang rajin dan gembar berdagang, serta memiliki keunikan budaya yang khas berupa, “ Lomba Aruk “ seperti lomba sampan serupa dengan perahu naga di negeri cina.
Jongkong tak pernah sepi dan tak hirau dengan kegalauan orang akan kemacetan jalan dilintas selatan. Kota ini seakan mempunyai tuah dan penuh rahmat dan berkah .

  1. B.     SEJARAH BERDIRINYA KERAJAAN JONGKONG
Raja Jongkong yang pertama adalah Abang Jembu yang menikah dengan Putri Galuh, dari perkawinan Abang Jembu alias Abang Tedung Bergelar Kiyai Pati Uda melahirkan seorang anak yang bernama Abang Usman bergelar Pangeran Kusuma dan Abang Abdurllah yang bergelar Raden Nata Serta Abang Alam yang bergelar Pangeran Mangku Negeri.
Berdasarkan sumber sejarah ( ethoven : 1903 )” bujak adalah adalah keturunan semagat dari Suku Dayak Embaloh Palin disungai Ulak Limau Temau yang setelah menjadi mualaf kemudian menetep di Muara Ulak Landau Tahun 1860.
Bujak menikah dengan cucu kiyai pati uda dan setelah menjadi muslim, bujak berganti nama Gusti Abdul Arab Alias H. Abdul Samad Putra 2 orang yaitu gusti Sulaiman Landung dan Putrid Rondu.
Abdul arab pernah memimpin ini tak kala menjadi kevakuman kepemimpinan setelah wafatnya abang abdurlah alias raden nata ( 1850-1864 )
Dalam catatan “ jongkong State Founded Tahun 1890-1917” tercatat bahwa raja-raja yang pernah memerintah  kerajaan jongkong adalah :
  1. Abang jombu bin abang tedung bergelar kiyai pati uda ( 1800 – 1864 )
  2. Abang abdurlah bergelar raden nata ( 1850-1864 )
  3. Abang abdul arab bergelar pangeran muda suria Negara ( 1864-1866 )
  4. Abang abdurllah  bin abang unang bergelar pangeran haji muda gusti alam  1886-1917 yang disahkan melalui akte van verban tanggal 11 desember 1899 yang disahkan oleh yang mulia seri paduka government general van naderland indie pada tanggal 19 februari 1900, sebagai raja pertama yang bergelar pangeran muda, gusti alam.
Gusti sulaiman ladung anak dari gusti abdul arab kemudian menikah dengan putrid masinti, dilanjutkannya pernikahan antara gusti sulaiman ladung dan putrid masinti mendapatkan anaka yang bernama :
  1. Gusti Alam
  2. Gusti Muhammad Umar
  3. Gusti Hamzah
Setelah meninggalnya sulaiman ladung, maka diangkatlah putra tertua dari ketiga bersaudara yaitu gusti alam yang bergelar gusti alam putra Negara pangeran yang muda beristrikan putrid rahmah suria ( suadara kandung penebahan selimbau ).
Dari pernikahan ini mendapat putrid bernama luk luai maznun yang sehari-hari dipanggil putrid nun. Anak semata wayang ini menikah dengan raden Mahmud anak kandung penebahan selimbau yang melahirka 4 orang anak yaitu ;
  1. Gusti Muhammad Saleh Mahmud
  2. Putrid Hijriah Binti Raden Mahmud
  3. Gusti Muhammad Nuh Mahmud
  4. Gudti Mazdalifah Mahmud
Dalam catatan terakhir bahwa gusti Muhammad Saleh Mahmud merupakan salah satu seseorang camat yang bertugas di Jongkong.

  1. C.    ORANG EMBAU DAN DEMANG NUTUB
Demang Nutub anak kandung Jebair irwan dari kabupaten sintang adalah orang kuat yang mempunyai kesaktian yang luar biasa. Dalam pengembaraannya kekapuas hulu, Demang Nutup menikah dengan di Nanga Letuh kawasan sungai embau, yaitu :
  1. Ne’ Riam Sunsang, bermukiman di Nanga Leteuh dan disana ada tangga melintang yang bernama tangga kanji.
  2. Pukat jarang, bermukiman di Nanga Mentok sebelah hulu Desa Bugang atau sebelah Hilir Desa kelakar.
  3.  Raga Rambang, bermukiman di Riam Ara atau Namga Lidi
  4. Remi, bermukiman di Ribang Tamang Jongkong dengan tanda Kucilang Besi yang menurut orang-orang melayu di jongkong dan disekitarnya.
Dalam buku Khasana yang Bertabur di Nusantara diceritakan Demng nutup mati raib atau menghilang disungai Suhaid sewaktu menangkap kijang emas.
Keturuna pertama Demang nutub yang masuk islam adalah Abang Tajak yang bergelar Abang tajakSuriadilaga Paku Negara yang menjadi raja selimbau.
Orang emabau dikenal sebagai kaum pengelana ( hijriah ) sesuai dengan Krakteristik Demang Nutub yang gagah berani.
Dalam sebuah dokumentasi yang disampaikan tuan Donald Tick tanggal 24 september ( pusat dokumentasi kerajaan-kerajaan Indonesia pusaka yang beralamat di Bleiswijk Street 52c 3135 AM Vlserdingen naderland ), dalam kerajaan sanggau dituliskan bahwa : “ adapun pengganti dari dayang mas ( yang keturunan Dara Nate Raja Sanggau ) adalah dayang puasa yang bergelar Nyai Sura yang bersuamikan Kiyai Patih Gemuk dan beranakan Abang Renggang setelah Kiyai Patih Gemuk meninggal, maka barulah Nyai Sura menggantikan kedudukan suaminya. Kemudian Nyai Sura menikah dengan Abang Awal dari kerajaan Embau Hulu Kapuas mempunyai 4 orang anak yaitu :
  1. Abang Djalal bertahta di Balai Lindi – Melawi
  2. Abang Nurul Kamal Bertahta dan menjadi penebahan di Sanggau
  3. Abang Djauhir yang menjadi penebahan kerajaan disintang

  1. A.    KESIMPULAN
Telah dijelasakan diatas bahwa mayorita di kerajaan jongkong adalah masyarakat muslim yaitu menganut agama islam.
Banyak terjadinya silsilah kekeluargaan nyambung – menyambung
Pengghasilan masyarakat dijongkong adalah berdagang dan perkerja kerasa dan orang jongkong dan sekitarnya boleh disebut juga kaum pengelana ( hijrah ).

  1. B.     SARAN
Dari kesimpulan diatas kerajaan ini merupakan ujung tombak untuk berfikir dan memahami serta mengambil hikmah dari keuleten mereka pada masa itu. Dengan kesederhanaan letak yang strategis kerjaan ini juga ramai dengan hiruk piruk disepanjang jalan lintas selatan.


DAFTAR PUSTAKA

Putussibau, 5 shafar 1428 H
Penyunting : Drs. H. Akhmad Alias



LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...