Pemerintahan Kerajaan Sanggar
-kronologi-
1700 Kerajaan Sanggar DITUBUHKAN
1926 DI satukan dalam Kesultanan Bima
Raja
1)1700 - 1704
Kalongkong Hasanuddin
2)1704 - c.1764
Daeng Pamalie
3)1765 - 17..
Muhammad Johan Syah
4)17.. - 1790
Adam Safiallah
5)1790 - 1805
Muhammad Sulaiman
6)1805 - 1815
Ismail Ali
7)1815 - 1836
La Lisa Daeng Jaie
8)1836 - 1845
Daeng Malabba
9)1845 - 1869
Manga Daeng Manasse
10)1869 - 22 Dec 1900 La
Kamea Daeng Nganjo Siamsuddin (b. c.1820 - d. 1900)
22 Dec 1900 - 1901 Regency
11)1901 - 1926
Abdullah Siamsuddin Daeng Manggala (d. c.1928)
Sejarah
Sanggar pada masa lalu adalah sebuah kerajaan berdaulat. Menurut A.
Razak Aziz dalam tulisannya “ Rangkaian Peristiwa di Kerajaan Sanggar
1667-1928” (1990:1) “ Kerajaan Sanggar telah berdiri sekitar abad 14
Masehi berpusat di Boro” Dalam perkembangan sejarah kerajaan-kerajaan di
Pulau Sumbawa Kerajaan Sanggar tidak banyak dibicarakan. Keberadaanya
seolah olah “tenggelam” di antara Kerajaan Bima dan Sumbawa. Padahal
dari hasil-hasil penelitian kebelakangan ini, Sanggar sesungguhnya
mempunyai peranan penting dalam pelayaran dan perdagangan di Indonesia
Timur. Dalam Peta Indonesia yang dibuat oleh Theodore De Bryn dari “
Petits Voyages” tahun 1527-1598 Core ( baca: Kore-Sanggar) adalah salah
satu dari tiga kerajaan yakni Sumbawa, Bima yang ada di Pulau Sumbawa
yang merupakan jaringan perdagangan Internasional.
Pusat Kerajaan
Pada awal berdirinya Kerajaan Sanggar berpusat di Boro. Ditinjau dari
letak geografinya Kerajaan Sanggar merupakan kerajaan maritim yang
letaknya berada di pesisir pantai (+ 500 m dari garis pantai). Dalam
perkembangannya kemudian, pada abad 17 Kerajaan Sanggar berpusat di Kore
sampai dengan terjadinya proses integrasi Sanggar ke dalam wilayah
Kerajaan Bima 1928/1929 yang sampai saat ini masih menjadi bahan
perdebatan. “Apakah proses itu atas kehendak rakyat Sanggar atau upaya
pemaksaan Kerajaan Bima dalam memperluas wilayah kekuasaanya? atau
bahkan kerana kebijakan politik Belanda?. Menurut Tawalidin Haris dkk
(1997) “ Proses integrasi Kerajaan Sanggar ke dalam wilayah Kerajaan
Bima tidak terlepas dari campur tangan Kolonial Belanda”.
Hubungan Kerajaan Sanggar dengan kerajaan-kerajaan sekitarnya.
Dalam sumber sumber sastera Jawa Kuno (kitab Nagarakertagama yang ditulis
oleh Empu Prapanca pada masa Kerajaan Majapahit abad 14 M), disebutkan
bahwa Kore (baca: Kerajaan Sanggar) telah menjalin hubungan politik
maupun budaya dengan kerajaan-kerajaan di Pulau Jawa dan Bali.
Disebutkan pula bahwa Kore (baca: Kerajaan Sanggar) dan Bima adalah
merupakan pelabuhan penting yang berada di pantai utara. Dengan demikian
keberadaan Kore (baca: Kerajaan Sanggar) dalam sejumlah karya sastera
berbahasa Jawa Kuno membuktikan bahwa Kerajaan Sanggar telah dikenal
oleh orang orang Jawa atau Bali baik melalui dominasi politik maupun perdagangan.
Selain menjalin hubungan dengan kerajaan di Jawa, Kerajaan Sanggar juga
menjalin hubungan perdagangan dengan kerajaan kerajaan di Sulawesi.
Dalam kronik Gowa dan Tallo disebutkan enam buah kerajaan di Pulau
Sumbawa yakni, Sanggar, Bima, Dompu, Sumbawa, Tambora dan Pekat.
Kerajaan kerajaan ini ditaklukkan oleh ekspedisi Makassar (Gowa) dalam
rangka menyebarkan agama Islam di Pulau Sumbawa pada awal abad 17. Sejak
menjadi vassal Gowa ( Makassar) kerajaan Sanggar mengirimkan ufti
berupa hasil bumi ke Kerajaan Gowa.
Secara politik hubungan Kerajaan Sanggar dengan Kerajaan Gowa berakhir
setelah ditandatanganinya Perjanjian Bungaya tahun 1667, yang mengakhiri
Perang Makassar, namun hubungan perdagangan dan budaya tetap berlangsung
pada abad abad sesudahnya. Dari hasil penelusuran tentang
keturunan orang-orang Sanggar terutama yang menetap di boro dan Kore
saat ini, ternyata tidak sedikit yang memiliki garis keturunan Makassar
dan Bugis.
No comments:
Post a Comment