Saturday, January 12, 2013

KESULTANAN SUMBAWA(1630-1958-KINI)

Bendera Kesultanan Sumbawa


Panji atau Bendera LIPAN atau LIPAN API merupakan Bendera Perang Kesultanan Sumbawa. Bendera ini Selalu dibawa manakala pasukan Bala tentera ketika menunaikan tugas pengamanan wilayah kesultanan dari ancaman musuh. Dewasa ini Bendera asli disimpan oleh pak Makadia keturunan dari Panglima Mayo sebagai hadiah dari Sultan Sumbawa kerana berhasil sebagai penakluk perompak dan lanun laut yg mengganggu perairan Sumbawa

Kronologi Kesultanan Sumbawa 

1650                     Sumbawa di tubuhkan.
 
1816                     letusan Gunung Tambora memusnahkan kerajaan dan rakyat.
 
1837                     Kesultanan Sumbawa DI BANGUNKAN semula
 
1908                     diletakkan di dalam Kolonial Belanda
 
1931                     di hapuskan kesultanan

2011                     di hidupkan semula 
 
Pemerintah (kemudian di  gelar sultan) 

1-1675 - 1701                Dewa Mas Bantan


2-1701 - 1725                Dewa Mas Madina


3-1725 - 1731                Dewa Mas Muhammad Jalaluddin I


4/1731 - 1759                Dewa Mas Mapasusung Muhammad


                             Kahharuddin I


5/1759 - 1761                I Sugi Karaeng Bantoa (f)


6/1761 - 1763                Hasanuddin Datu Jereweh


7/1763 - 1766                Dewa Mas Muhammad Jalaluddin II 


8/1766 - 1780                Mappacongga Mustapha 


9/1780 - 1791                Mahmud Datu Jereweh

 
10/1791 - 1795                Safiatuddin Daeng Masiki 


11/1795 - 1816                Muhammad Kahharuddin II 

---1816 - 1837                        dalam bencana dan kemusnahan
 
12/1837 - 1843                Lulo Murso

13/1843 - 1883                Amarullah 

14/1883 - 1908                Muhammad Jalaluddin

---------1908 - 1931                Interregnum
15/1931 - 1958                Muhammad Kahharuddin III            (d. 1975)


 
---------1958 - 2011                Interregnum

16/ 5 Apr 2011 -              Muhammad Kahharuddin IV             (b. 1941)
 SULTAN MUH.JALALUDDIN III

SEJARAH KERAJAAN SUMBAWA



Kewujudan Tana Samawa atau Kabupaten Sumbawa, mulai dicatat oleh sejarah sejak Zaman Dinasti Dewa Awan Kuning, tetapi tidak banyak sumber bertulis yang boleh dijadikan bahan panduan untuk mengungkapkan situasi dan keadaan pada waktu itu. Sebagaimana masyarakat di daerah lain, sebahagian rakyat Sumbawa masih menganut animisme dan sebahagian sudah menganut agama Hindu. Baru pada kekuasaan raja terakhir dari dinasti Awan Kuning, iaitu Dewa Maja Purwa, ditemukan catatan tentang kegiatan kerajaan, antara lain bahwa Dewa Maja Purwa telah menandatangani perjanjian dengan Kerajaan Gowa di Sulawesi. Perjanjian itu hanya terbatas mengenai perdagangan antara kedua kerajaan kemudian ditingkatkan lagi dengan perjanjian saling menjaga keamanan dan kerukunan 2 buah kerajaan itu sahaja Kerajaan Gowa yang pengaruhnya lebih besar saat itu menjadi pelindung kerajaan Samawa’.

Setelah Dewa Maja Purwa mangkat ia digantikan oleh Mas Goa, yang masih menganut ajaran Hindu. Ia dianggap telah melanggar salah satu perjanjian damai dengan kerajaan Goa, maka risikonya ia terpaksa disingkirkan bersama pengikut pengikutnya kesebuah Hutan, kira-kira di wilayah Kecamatan Utan sekarang. Pengusiran Mas Goa dan pengikutnya ke wilayah Utan lebih arif disebut kudeta di zaman sekarang. Ia serta merta diturunkan dari tahtanya kerana mungkir janji dari kesepakatan pendahulunya dengan Kerajaan Gowa Tidak disebutkan apa pelanggaran yang telah dilakukan Mas Goa, namun campur tangan Raja Gowa di Sulawesi sangat besar.
Pemberhentian secara paksa ini terjadi pada tahun 1673 M sekaligus mengakhiri pengaruh Dinasti Dewa Awan Kuning di Sumbawa. Tahun berikutnya 1674 M Dinasti baru terbentuk dan diberi nama Dinasti Dewa Dalam Bawa’. Saat itu menurut BUK Tana’ Samawa, rakyat Sumbawa sudah mulai memeluk Agama Islam. Dinasti Dewa Dalam Bawa’ ini berkuasa hingga tahun 1958.
Luas wilayah kekuasaannya dimulai dari wilayah taklukan Kerajaan Empang hingga Jereweh. Raja pertama dari Dinasti Dalam Bawa ini adalah Sultan Harunurrasyid I (1674 – 1702). Ia kemudian diganti oleh putranya Pangeran Mas Madina bergelar Sultan Muhammad Jalaluddin Syah I yang kawin dengan Putri Raja Sidenreng Sulawesi Selatan yang bernama I Rakia Karaeng Agang Jene.Setelah mangkat, Jalaluddin Syah I ini kemudian diganti oleh Dewa Loka Lengit Ling Sampar kemudian oleh Dewa Ling Gunung Setia. Tidak banyak bahan sejarah yang dapat mengungkapkan berapa lama keduanya memerintah, tapi diperkirakan selama 10 tahun. Ada fakta yang menyatakan bahawa pada masa pemerintahan Datu Gunung Setia, kerajaan Sumbawa termasuk “ Bala Balong” lenyap dilalap si jago merah pada tanggal 26 Ramadhan 1145 Hijriah (1732 M).
Pada tahun 1733 Kerajaan Sumbawa kembali dipegang oleh anak saudara Sultan Muhammad Jalaluddin Syah I, bernama Muhammad Kaharuddin I (1733-1758). Ketika ia meninggal, kekuasaan diambil alih istrinya I Sugiratu Karaeng Bontoparang, yang bergelar Sultanah Siti Aisyah. Raja wanita ini dikenal sering berselisih faham dengan pembantu raja, sehingga pada tahun 1761 ia diturunkan dari tahta dan mengharapkan , digantikan oleh Lalu Mustanderman Datu Bajing, namun ia menolak, dan menyarankan untuk mengangkat adiknya yaitu Lalu Onye Datu Ungkap Sermin ( 1761-1762 ).
ISTANA TUA
Pemerintahannya Lalu Onye, hanya berjalan setahun. Konon kerana ia lari dari istana untuk menghindari perang saudara, atas kekeliruannya menikahi seorang wanita yang telah lama ditinggalkan berlayar oleh suaminya, Lalu Angga Wasita yang terkenal keperkasaannya. Ia menyangka Lalu Angga Wasita sudah meninggal kerana tidak pernah ada khabar beritanya. Tapi suatu hari lelaki perkasa itu muncul. Kerana raja merasa bersalah maka ia lari pada malam Selasa , di hari ke 14 Ramadhan waktu bulan purnama raya.
Kepergian Datu Ungkap Sermin itu membuat tahkta raja menjadi kosong. Maka diangkatlah Gusti mesir Abdurrahman, keturunan Raja Banjar. Meski ia bukan dari darah Dinasti Dewa Dalam Bawa, tetapi memungkinkan untuk diangkat menjadi raja kerana telah menikah dengan puteri Sultan Muhammad Jalaluddin Syah I. ia pun diberi gelar Muhammad Jalaluddin Syah II, dan memegang kekuasaan selama 3 tahun (1762-1765). Ia mangkat pada tanggal 1 Dzulhijjah 1179 Hijriah ( 1765 Masehi). Untuk menggantinya diangkatlah putra mahkota yang masih berumur 9 tahun menjadi “raja boneka” iaitu Sultan Mahmud. Sedangkan yang menjalankan pemerintahan diangkat Dewa Mapeconga Mustafa datu Taliwang.
Keputusan ini menimbulkan amarah datu Jereweh, kerana ia sangat berhajat untuk menjadi raja. Maka ia berangkat ke Makasar untuk meminta bantuan kompeni (VOC) agar bisa menciptakan kekacauan di Kerajaan Sumbawa. Sebelum berangkat, datu Jereweh menemui kerajaan-kerajaan tetangganya dan mempengaruhi mereka supaya ikut mendukung rencananya dan ikut menandatangani perjanjian dengan VOC sekaligus membatalkan segala hal yang telah diatur dalam perjanjian Bongaya antara VOC dengan raja Goawa yang isinya antara lain VOC tidak boleh mencampuri urusan perdagangan di kerajaan selatan.
Akhirnya pada tanggal 9 Februari 1765 di Fort Rotterdam ditandatangani perjanjian antara Cornelis Senklaar Komodour sebagai wakil VOC denga pihak raja – raja selatan yang antara lain Sultan Abdul Kadir Muhammad Dzillillah Fil Alam ( raja Bima ), Hasanuddin Datu Jereweh (  mengistiharkan dirinya raja Sumbawa ), Achmad Alauddin Johan Syah (raja Dompu), Abdurrasyid (raja Sanggar) dan Abdurrahman (raja Pekat).
Perjanjian ini berisi tentang diperkenankannya VOC masuk Sumbawa. Tapi perjanjian ini kemudian dibatalkan lewat kontrak baru tanggal 18 Mei 1766 berkat keberhasilan diplomasi utusan kerajaan Sumbawa Dea Tumuseng. Dalam perjanjian ini disebutkan, apabila Sultan Mahmud dewasa, maka kekuasaan raja akan diserahkan kembali kepadanya.Tapi pada waktu Sultan Dewa Mepaconga Mustafa sakit pada tahun 1189 H (1775 M), beliau digantikan oleh Datu Busing Lalu Komak, yang bergelar Sultan Harrunnurrasyid II (1777-1790). Sementara Sultan Mahmud yang putra mahkota itu tidak pernah diangkat menjadi raja yang sebenarnya, hingga ia meninggal dunia pada 8 jumadil akhir 1194 H (1780 M) dalam usia 24 tahun. Pada waktu pemerintahan Harrunnurrasyid II ini telah berhasil diselesaikan penulisan Kitab Suci Al Qur’an dengan tulisan tangan oleh Muhammad Ibnu Abdullah Al Jawi Negeri Sumbawa Madzab Safiie, tepatnya pada 28 Dzulqaidah 1199 H (1784 M).
Sepeninggal Harrunnurrasyid II, tahta kerajaan beralih pada anak perempuannya, iaitu Sultanah Syafiatuddin (1791-1795). Ia kemudian kahwin dengan Sultan Bima dan mengikuti suaminya ke Bima, sekaligus membawa beberapa harta pusaka kerajaan. ( Sebahagian koleksi harta kekayaan Raja Bima sekarang adalah milik Sultan Syafiatuddin yang dibawa dari Sumbawa ). Kerana kejadian itu, maka diputuskan oleh para Menteri Kerajaan untuk tidak lagi mengangkat wanita sebagai raja. Sedangkan pengganti Sultan Syafiatuddin adalah putera Sultan Mahmud bernama Muhammad Kaharuddin II. Pada waktu pemerintahannya inilah Gunung Tambora meletus. Tepatnya pada hari Selasa, 21 Jumadil Awal 1230 H (1815 M). Pada waktu itu Kerajaan Sumbawa dilanda hujan debu. Dalam laporan H. Zolinger disebutkan bahawa sepertiga penduduk mati di pulau Sumbawa dan sepertiganya lagi pindah ke pulau Lombok. Sedangkan abu yang menggenangi wilayah kerajaan Sumbawa sampai setinggi lutut. Setahun kemudian Sultam Muhammad Kaharruddin II pun mangkat pada tanggal 20 Syafar 1231 Hijriah (1816 M). Pemangku kerajaan selanjutnya diserahkan kepada Nene Ranga Mele Manyurang. Ia pun tidak lama menduduki singgasana kerajaan, kerana pada bulan Rabbiul Awal 1241 Hijriah (1825 M), Nene Ranga yang sudah tua itu meninggal dunia. Kekuasaan dilanjutkan oleh Abdullah hingga ia meninggal pada tanggal 87 Muharram 1252 Hijriah (1836 M).
Mulai tahun 1836 sampai 1882, tahta Kerajaan Sumbawa kembali dilanjutkan oleh Putera Muhammad Kaharuddin II, iaittu Sultan Amrullah. Pada waktu pemerintahannya ini tidak banyak catatan sejarah yang bisa ditemukan, barangkali karena kerajaan baru mulai bangkit dari peristiwa meletusnya Gunung Tambora yang sangat dashyat. Sebuah letusan yang konon menyebabkan langit di Eropah diliputi kabut awan selama dua tahun.
Sultan Amrullah meninggal pada tanggal 23 Ogos 1883, sementara tahkta raja diteruskan oleh Sultan Muhammad Jalaluddin III, cucu Sultan Amrullah. Pada masa ini campur tangan Belanda sudah terlalu jauh, terutama dalam hal mengenai pungutan cukai. Akhirnya meledaklah pemberontakan rakyat, yang membuat Belanda harus mendatangkan bala bantuan dari Makassar, sebab hampir di setiap tempat timbul amarah rakyat. Namun kerana kelemahan dalam bidang persenjataan, semua bentuk pemberontakan dapat dipatahkan termasuk pemberotakan yang terjadi di Taliwang yang dilakukan Unru dan kawan-kawan.
Kekuasaan Belanda lewat VOC pun semakin bermaharajalela. Maka dimulailah babak baru, Belanda ikut bermain politik di dalam istana, dan ikut menentukan jalannya pemerintahan. Pulau Sumbawa dan Pulau Sumba dijadikan satu dalam bentuk afdeling dengan ibukota di Sumbawa Besar ( Ibukota Kabupaten Sumbawa sekarang). Asisten Resident yang pertama adalah Janson Van Ray. Kerajaan Sumbawa dibahagi dalam dua ander afdeeling, yaitu Sumbawa Barat dan Sumbawa Timur.
Dalam pemerintahan Sultan Muhammad Jalaluddin III (1833-1931) inilah dibangun “Istana Tua Dalam Loka”. Hal ini sangat dimungkinkan kerana Sultan Muhammad Jalaluddin III menjalankan roda pemerintahan selama 48 tahun. Ia juga mampu menuruti kehendak Belanda. Setelah ia meninggal pada tahun 1931, kekuasaan raja turun kepada putra mahkota yang mendapat gelar Sultan Muhammad Kaharruddin III. Pada zaman pemerintahannya inilah menjadi masa peralihan kolonialisme Belanda kepada Jepun.
Ketika perjanjian Kalijati ditandatangani tanggal 9 Mac 1942, organisasi – organisasi Islam di Kabupaten Sumbawa mulai mengatur siasat. Organisasi itu antara lain Nahdatul Oelama, Moehammadiah dan Al Irsyad. Sementara tiga kerajaan di pulau Sumbawa mengambil sikap tegas, menyatakan diri lepas dari kekuasaan Belanda. Tepat pada bulan Mei 1942, lapan kapal perang Jepun mendarat di Labuhan Mapin di bawah pimpinan Kolonel Haraichi, yang ternyata disambut gembira oleh rakyat. Kekuasaan Jepun tidak berlangsung lama, kerana setelah Hiroshima dan Nagasaki dijatuhi Bom Atom, Jepun menyerah kepada  pakatan bersekutu. Paksi Jepun dan Jerman kekuasaannya berakhir. Sebelum Belanda kembali masuk, Soekarno dan Mohammad Hatta memproklamirkan kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Ogos 1945.
Kemasukan semula Militer Belanda ke Republik Indonesia mengakibatkan Raja Sumbawa menandatangani sebuah perjanjian politik baru dengan Belanda pada tanggal 14 Desember 1948. Isinya antara lain menjelaskan tentang sisa-sisa kekuasaan yang masih dikuasai oleh Belanda di Sumbawa. Kekuasaan tersebut ada tiga, iaitu bidang pertahanan, hubungan luar negeri dan monopoli atas candu dan garam. Setahun kemudian pemerintah Indonesia Timur berdasarkan Undang – Undang Nomor 44 tahun 1949 membentuk daerah Statuta Federasi Pulau Sumbawa, yang ditetapkan oleh Dewan Raja – raja pada tanggal 6 September 1949.
Perubahan system Pemerintahan terjadi lagi dengan membentuk Provinsi Nusa Tenggara Barat, yang didasarkan pada Undang – Undang Nomor 64 Tahun 1958. Propinsi Sunda Kecil dibahagi menjadi tiga Daerah Swatantra Tingkat I iaitu Bali, Nusa Tenggara Barat ( NTB) dan Nusa Tenggara Timur (NTT). Khusus Daerah Swatantra I Nusa Tenggara Barat menjadi enam Daerah Swantantra Tingkat II, dimana raja sekaligus menjadi Kepala Pemerintahan. Kerana itu otomatis Federasi Pulau dibubarkan. Federasi Pulau Lombok dibubarkan pada tanggal 17 Desember 1958 dan tanggal tersebut hingga sekarang dijadikan sebagai hari lahirnya Propinsi Nusa Tenggara Barat. Sedangkan Federasi Pulau Sumbawa dibubarkan pada tanggal 22 Januari 1959 dan pada saat itu dilantiklah Sultan Muhammad Kaharruddin III menjadi Pejabat Sementara Kepala Daerah Swatantra Tingkat II Sumbawa. Tanggal itulah yang dijadikan hari lahir Kabupaten Sumbawa

raja-raja yang pernah memerintah :

1. Sultan Hasanurrasyid I -1674-1702M
2. SULTAN Muhammad Jalaluddin- I 1702-1723M
3. Datu bala Sawo -1723-1725 M
4. Datu gunung setia- 1725-1732 M
5. Sultan Muhammad Kaharuddin I- 1732-1758 M
6. Sultanah siti Aisyah- 1759-1760 M
7. Datu Ungkap Sermin -1761-1762 M
8. Sultan Muhammad Jalaludddin II- 1762-1765
9. Dewa Mepaconga Mustafa-1765-1776
10. Sultan harunurrasyid II- 1776-1790 M
11. Sultanah shafiyatuddin- 1791-1795 M
12. Sultan Muhammaad kaharuddin II- 1795-1816 M
13. Nene ranga mele Manyurang- 1816-1825 M
14. Mele Abdullah- 1825-1836 M
15. Sultan amrullah II -1836-1882
16. Sultan muhammd Jalaluddin III- 1882-1931 M
17. Sultan Muhammad Kaharuddin III -1931-1958 M

sumber : http://bangmek.wordpress.com/2012/02/13/sejarah-kerajaan-sumbawa/

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...