Laha
adalah sebuah negeri yang terletak di pulau Ambon, tepatnya terletak di
h ujung teluk pulau Ambon yang dibatasi oleh tanjung Alang dan tanjung
Nusaniwe. Negeri Laha pada mulanya bernama Toisapua Sopaini yang
kemudian berganti menjadi Toisapua Sopaini Yamano Nusa Laha, berpusat
di atas puncak gunung Sakula iaitu Negeri Tua, dimana para Kapitan dan ketua adat negeri ini bermukim yang ditandai dengan sebuah batu
prasasti yang sakral “HATU MA’ATUNU KAMAR KULA UTE SAMPIRANG “, iaiitu
batu prasasti dimana mereka berkumpul untuk bermusyawarah dalam segala
hal yang berkaitan dengan Negeri mereka.Cakalele adat hu’ur nitu sakula
mengawal Raja tuan tanah adat beserta Kapitan-kapitan dan ketua adat
dari soa Hehuat turun dari negeri Tua berbondong-bondong menuju pantai
dan mulai bermukim di sana. Negeri Laha terbentuk pada tahun 1314 dengan luas wilayah kurang lebih 500 Ha dengan batas-batas sebagai berikut :
Sebelah Utara dengan : Negeri Seith Kecamatan Leihitu
Sebelah selatan dengan : Teluk Ambon
Sebelah Timur dengan : Teluk Ambon
Sebelah Barat dengan : Negeri Hatu Kecamatan Leihitu
Negeri Laha pada awalnya dihuni oleh 5 (Lima) Soa/Marga asli yang terdiri dari :
1. Soa Hehuat (Tuan tanah / Kepala Adat )
2. Soa Laturua ( Tabib/Tukang pengobatan)
3. Soa Mewar I (Raja)
4. Soa Mewal (Tukang)
5. Soa Mewar 2 (Penghulu/Imam)
Kewujudan
dan keadaan penduduk setempat masihlah primitif yang berfahamkan
animisme, hingga muncullah seorang penyiar agama islam di Maluku, Sultan
Chairun Djamil yang berasal dari Ternate untuk membebaskan mereka dari
keterbelakangan, mencuba memadankan budaya islam dengan adat istiadat
setempat. Bersama khaddamnya (pembantu) kemudian berlabuhlah perahu
mereka yang disebut dengan Sope-Sope di tepi pantai negeri Toisapu
Sopaini ini, letak negeri ini sangatlah strategis di mata Sultan Khairun
Jamil, hingga ia melontarkan ucapan: “Taha-taha Belo Joua Laha suange”,
yang ertinya; Tanamlah tokang (gala), di sini pelabuhan yang bagus.
Dari sinilah nama Negeri ini berasal dan sejak itu pun berubah menjadi
LAHA yang bererti BAGUS, yang kemudian oleh pemerintah Hindia Belanda
mengadakan pendataan ulang terhadap Dati-dati yang ada di pulau Ambon
pada tahun 1814 M (Berdasarkan Register Dati Negeri Laha). Dengan
kedatangan Sultan Khairun Jamil, telah membahawa banyak perubahan di
Negeri ini terutama adat istiadat yang banyak berbau dengan islam dan
bahasa Tanah pun mulai bercampur dengan sedikit bahasa Ternate.
Kehidupan masyarakat mengalami perubahan, dimana mulai berfikir untuk
berusaha dan maju, sebagai nelayan yang mahir membuat perahu dan
menangkap ikan juga cara pemasarannya melalui barter dengan negeri lain,
dan sebahagian penduduknya masih bercocok tanam, hingga negeri ini
menjadi ramai dan tempat berkumpul sebagaian penduduk dari negeri lain.
Beliau juga telah menaruh batu pertama sebuah mesjid di Laha dengan
ukuran kubah 4x4m dan mesjid tersebut dinamakan Mesjid Jame’ Sultan
Chairun Djamil sebagai penghormatan dan untuk mengenang jasa-jasanya,
hingga kini mesjid itu telah mengalami 3 (tiga) kali pemugaran. Pada
zaman Belanda, ukuran mesjid ini diperbesar luasnya menjadi 8×8 m2. Pada
saat masuknya Jepang, bangunan mesjid ini hancur berantakan, dan
setelah Jepang meninggalkan Indonesia, kembali bangunan mesjid ini
dipugar dan diperbesar menjadi 12×12 m2. Konon kabarnya kubur Sultan
Khairun Djamil berada di antara Ternate dan Tidore, padahal sebenarnya
adalah kuburan beliau berada di belakang mesjid Laha yang dikenal dengan
keramat.
pemerintah (memakai gelaran Raja)
1).... - 1812 Hading Mewar
2)1812 - 1875 Rabul Mewar
3)1875 - 1917 Hamzah Mewar
1917 - 1925 Vacant
4)1925 - 1936 Abdullah Mewar
5)1936 - 1946 Husein Mewar
6)1946 - 1953 Habib Ali bin Tahir
1953 - 1963 Vacant
7)1963 - 1982 Muhammad Mewar
8)1983 - 1987 Husein Henaulu (b. 1934)
9)1987 - 1988 Ahmad Partola
1988 - 1994 Vacant
10)1994 Junaid Mewar
1994 - 1998 Vacant
11)1998 - 2002 Franky Mewar
12)2002 - Habib Al-Fachri bin Tahir (b. 1970)