Sunday, August 3, 2014

ISLAM DI BRAZIL..SEMAKIN BERKEMBANG..

sejarah masuk islam di brasil brazil
photo : islam-maranhao.blogspot.com
Sejarah kedatangan Islam di Brazil bermula dengan masuknya orang-orang muslim Afrika dalam bentuk perhambaan. Brasil menerima 37% dari seluruh hamba Afrika yang diperdagangkan, berjumlah sekitar 3 juta orang bangsa Afrika. Sejak tahun 1550, orang Portugis telah menggunakan hamba berbangsa Afrika untuk bekerja di kebun tebu yang sebelumnya dimusnahkan oleh penduduk  setempat.

Beberapa pendapat dari Sebahagian sarjana menyatakan bahwa Brazil merupakan negara Amerika yang paling banyak menerima orang Muslim berbangsa Afrika yang dijadikan hamba. Pada tahun 1835 di Bahia, Muslim berbagai bangsa pernah mengadakan suatu pemberontakan. Peristiwa itu telah menyebabkan banyak orang terbunuh.  Bahia pada abad ke-19 memang terkenal sebagai daerah Afrika yang penduduknya Muslim.
Sejak malam 24 Januari 1835, sekelompok budak lahir Afrika menduduki jalan-jalan Salvador dan selama lebih dari tiga jam mereka berhadapan dengan tentara dan warga sipil yang bersenjata. Pergolakan ini tidak berlangsung lama sebenarnya, dan korban yang tewas ketika diperkirakan mencapai jumlah 50 sampai dengan 100 orang. Banyak Muslim yang dijatuhi hukuman mati, penjara, cambuk, atau deportasi.
Semenjak itu, pihak Portugis telah mengadakan langkah berjaga-jaga terhadap Afro-Muslim, termasuk memaksa mereka menganut agama Katolik. Walaupun demikian, komunitas Muslim di Brasil masih sangat kuat. Hingga tahun 1900 masih terdapat 10.000 Afro Muslim yang hidup negara Brasil.
Namun, masyarakat Muslim Afrika tidak terhapus semalam, dan akhir 1910 diperkirakan masih ada beberapa 100.000 Afrika Muslim yang tinggal di Brasil.
Setelah asimilasi masyarakat Muslim Afro-Brasil, periode Islam berikutnya di negara itu adalah hasil dari imigrasi Muslim dari Timur Tengah dan Asia Tenggara. Jumlah Muslim terbesar ditemukan di wilayah São Paulo.
Para Muslim Brasil konon tidak mempunyai halangan dalam soal makanan. Makanan Arab cukup terkenal di sini, bahkan rantai makanan cepat saji terbesar kedua di Brazil adalah Habib, yang tentu saja menyajikan makanan halal. Bisnis industri tekstil, didominasi oleh pedagang asal Suriah-Lebanon.
Dewan Kota Sao Paulo bahkan memiliki Penasihat Muslim yang bernama Muhammad Murad, ia adalah seorang pengacara. Sejumlah masjid bisa terlihat di São Paulo. Yang tertua dan paling populer ini ditemukan di Av. Do Estado.
Tahap Proses Penyebaran Islam di Brasil
Dalam proses penyebaran islam di Brasil, terjadi dalam tiga tahap. Islam di Brasil bukan tergolong baru. Taqi el – Din membagi persinggungan Brasil dengan Islam dalam tiga periode pertumbuhan Islam di Brasil.
1. Tahap Pertama
Pertama, dimulai saat Brasil ditemukan oleh pelaut Caprao Portugis pada paruh kedua abad ke-15. Di banyak sumber disebutkan bahwa Caprao dibantu oleh para pelaut muslim yang berpengalaman dari semenanjung Iiberia.
Ada juga beberapa sumber yang mengatakan bahwa beberapa Muslim lolos dari Inkuisisi, dan melarikan diri ke Brasil di mana mereka bisa menjalankan agama mereka lebih terbuka. Namun, mereka segera disiksa oleh Inkuisisi di Brasil dan perahunya ditenggelamkan. Para inkuisitor mengidentifikasi mereka sebagai muslim karena mereka mandi pada hari Jumat dan memakai pakaian putih dalam acara-acara tertentu.
2. Tahap Kedua
Ketika Portugis mulai membawa budak dari Afrika Barat untuk dipekerjakan sebagai buruh reklamasi lahan yang luas di Brasil pada abad 16. Banyak dari mereka adalah Muslim, bahkan mayoritas adalah Muslim. Beberapa dari mereka adalah Imam dan sarjana yang dicampur dengan budak.
Para imam dan sarjana muslim tersebut sengaja membuat diri mereka ditawan guna melindungi saudara-saudara mereka yang seagama. Ketika Muslim Afrika Barat tiba ke Brasil, mereka secara paksa dibaptis oleh Portugis yang membawa mereka, itulah sebabnya mereka mempraktekkan Islam secara rahasia. Mereka mempertahankan gaya hidup Islami di gubuk mereka dengan mendirikan sekolah dan membaca Qur’an.
Menjelang akhir abad ke-18 sekelompok Muslim dari Afrika tengah dikirim ke Brasil. Datang dari tanah dengan peradaban Muslim yang maju, para pendatang memainkan peran dalam menghasut pemberontakan di antara penduduk Afrika barat yang sudah menetap. Dengan demikian, sejumlah revolusi dimulai dan pemberontakan dimulai dari awal abad ke-19 ( 1800-1805-1811).
Pada tahun 1835 sebuah revolusi Islam besar meletus di negara bagian Bahia, dan dijuluki sebagai “Kebangkitan Kaum Budak.” Ini ditujukan untuk pembebasan para budak dan pembentukan sebuah Negara Islam di Brasil. Revolusi gagal karena hancur. Untuk pertama kalinya, negara penjajah mengirim kembali “kaum budak” ke Afrika Barat di mana mereka memainkan peran besar kemudian dalam sejarah wilayah ini . Beberapa di antara mereka kembali dan lainnya tersebar di seluruh penjuru Brasil.
Islam diperkenalkan ke Brasil untuk kedua kalinya oleh orang Muslim Afrika. Mereka memiliki pengaruh yang besar pada sektor pertanian, industri dan pertambangan emas. Di ranah Protugis, mereka termasuk ahli, sebagai “guru” dalam ketiga sektor tersebut. Enam puluh tahun dari tahun 1830 dan seterusnya, semua Muslim hampir lenyap.
3. Tahap Ketiga
Tahap ketiga muncul dari pengaruh datangnya glombang imigran Muslim Syro- Lebanon pada tahun 1920. Ini berlanjut sampai hari ini . LSM Muslim pertama adalah Organisasi Amal Islam yang didirikan pada tahun 1929. Organisasi tetap satu-satunya Lembaga Islam sampai pertengahan 1950 -an ketika kaum Muslim mulai berpikir untuk membentuk organisasi-organisasi lain di daerah lain di negeri ini. Hari ini umat Islam sudah memiliki 80 organisasi di seluruh negeri di samping 100 masjid.
Keadaan Umat Muslim Brasil
Brasil dikenal sangat menjaga hubungan baik dengan orang-orang Arab dan Muslim. Tidak terlibat peperangan dengan negara Muslim atau Arab. Selain itu, Brasil termasuk negara yang berdasarkan kebebasan, hukum, dan hak-hak kewarganegaraan. Arab, Muslim dan non-Muslim, memainkan peran besar dalam kemajuan ekonomi dan politik Brasil. Ada sekitar 10 sd 12 juta warga Brasil berlatarbelakang negara-negara Arab. Mereka menikmati banyak kebebasan.
Kebebasan yang dinikmati oleh orang-orang Arab di Brasil lebih luas dibandingkan dengan negara-negara Amerika Latin lainnya. Ini adalah negara yang mengakui semua sekte dan agama secara sama. Ada banyak organisasi dilindungi oleh negara karena negara menentang segala macam diskriminasi agama.
Bahkan dalam keamanan, di pihak kepolisian ada divisi yang menangani diskriminasi agama di mana setiap orang dapat mengajukan keluhan. Misalnya di Argentina sampai beberapa tahun yang lalu, umat Islam tidak bisa memberikan nama-nama Muslim untuk anak-anak mereka. Pembatasan seperti ini sekarang muncul, tetapi di Brasil hal itu tidak bisa dibayangkan.
Brasil juga memiliki pendirian tegas terhadap dalam hal memperkenalkan langkah-langkah strategis untuk menempatkan orang-orang Arab dan Muslim di bawah pengawasan ketat setelah peristiwa ledakan 9/11. Brasil lebih memilih untuk menangani masalah itu secara rasional dan bijaksana.

itulah ulasan singkat Sejarah Perkembangan Islam di Brasil (Brazil)
Sumber referensi :
http://id.wikipedia.org/wiki/Islam_di_Brasil
http://www.eramuslim.com/dakwah-mancanegara/muslim-brasil-hasil-kerja-panjang-para-budak-asal-afrika.htm#.Uuc29NKwrIU
http://pcnucilacap.com/islam-dan-perkembangan-umat-muslim-di-brasil

KONFLIK UMAT ISLAM DI REP AFRIKA TENGAH...



Mereka bergabung dalam satu kelompok yang diberi nama antibalaka. Wanita ini juga jago bertarung menggunakan pedang.
©AFP PHOTO/FRED DUFOUR

Kelompok wanita antibalaka berpose sambil memegang senjata tajam saat berjaga di Pulau Mbongo Soa, Bangui, Repubilk Afrika Tengah, Jumat (21/2). 
 
 
Pada 20 Februari 2014, Setiausaha Agung PBB, Ban Ki-Moon telah menyeru supaya bantuan ketenteraan ke Republik Afrika Tengah dipertingkatkan lagi bagi mengelakkan krisis di sana daripada menjadi semakin buruk. Semenjak Majlis Keselamatan PBB meluluskan campurtangan ketenteraan pada 5 Disember 2013, sebanyak lebih daripada 5000 orang tentera dari Perancis dan negara-negara di Afrika telah memasuki negara tersebut. Namun, campurtangan ketenteraan ini bukan sahaja gagal mengekang keganasan yang diperlakukan oleh puak militia Kristian, bahkan mereka semakin menjadi-jadi dalam menindas, membunuh, merompak, memusnahkan harta kaum Muslimin serta mengusir mereka. Michel Djotodja, yang merupakan Muslim pertama yang menjadi Presiden negara itu telah meletakkan jawatannya pada 10 Januari 2014 dan digantikan oleh Catherine Samba-Panza pada 20 Januari 2014. Dalam perkembangan yang sama, Amerika Syarikat pula telah menyatakan sokongan terhadap pasukan tentera gabungan Afrika dan mendesak supaya pilihanraya diadakan menjelang Februari 2015. Persoalannya, apakah sebenarnya yang sedang berlaku di sana dan bagaimanakah krisis tersebut boleh tercetus? Ke arah manakah krisis ini sedang menuju?

Dalam merungkai persoalan tersebut, kita sewajarnya menelusuri perkara ini dari sudut kedudukan umat Islam di Afrika Tengah dan juga siri rampasan kuasa yang berlangsung di sana serta keterkaitannya dengan konflik antarabangsa.
.
1. Dianggarkan peratusan kaum Muslimin di negara tersebut adalah antara 15 hingga 20% daripada 5 juta populasi keseluruhan. Namun, anggaran tersebut tidak dapat dipastikan kesahihannya lantaran perkembangan Islam yang pesat di negara tersebut. Perkembangan Islam di Republik Afrika Tengah (RAT) adalah sangat pesat khasnya di Bangui, iaitu ibu negara republik tersebut serta di wilayah utaranya yang pernah dinaungi oleh pemerintahan kesultanan Islam Bajrami (yang turut meliputi kawasan selatan Chad yang berjiran dengan republik tersebut). Islam turut berkembang pesat semenjak kurun ke-13 Masihi dan menyebabkan banyak suku kaum Afrika seperti kaum Rongha dan Vakaca menganut ajaran tauhid ini.

Terdapat juga sebilangan kaum Muslimin khasnya dari wilayah Barat Afrika seperti puak Hausa dan Fulani telah berhijrah ke wilayah barat negara tersebut yang berjiran dengan Cameron pada kurun ke-18 dan ke-19 Masihi. Mereka turut berkerjasama dengan saudara seakidah mereka yang telah lama menetap di kawasan tersebut dalam menentang usaha penjajahan oleh Perancis.

Pihak kolonialis Perancis, khasnya di bawah kerajaan boneka Patasse pada kurun yang lalu telah cuba untuk menyekat perkembangan Islam dengan mengasingkan penduduk Muslim dan bukan Islam. Mereka juga telah menghadkan keterlibatan kaum Muslimin dalam bidang pentadbiran dan perkhidmatan awam, yang akhirnya menyebabkan ramai umat Islam di sana menceburkan diri dalam bidang perdagangan dan perniagaan. Hakikat ini menjadi lebih ketara sewaktu tercetusnya krisis ini, di mana ribuan umat Islam telah menjadi pelarian sehingga menyebabkan banyak urusan perdagangan di negara tersebut tergendala lalu menimbulkan krisis makanan khasnya di Bangui.

2. Penjajahan Perancis bermula di Afrika Tengah pada tahun 1885 dengan pembukaan pangkalan mereka di Bangui. Kawasan tersebut telah menjadi koloni Perancis secara rasminya pada tahun 1894. Meskipun kemerdekaan telah diberikan kepada republik tersebut, namun Perancis tetap masih memainkan peranan dalam mencorak pemerintahan di negara tersebut. Mereka telah melantik David Dacko sebagai Presiden yang terkenal dengan kezalimannya dalam menindas seteru politiknya sepanjang dua tahun pemerintahannya. Amerika Syarikat (AS) yang sedang berusaha untuk meluaskan pengaruhnya di Afrika melihatnya sebagai peluang bagi mengukuhkan cengkaman mereka di wilayah tersebut.

Pada tahun 1961, AS telah bersepakat dengan Kesatuan Soviet (USSR) untuk melenyapkan kolonialisme di Afrika. Dalam mencapai matlamat tersebut, mereka telah menyuntik semangat di kalangan penduduk Afrika untuk bangkit menentang pihak kolonialis. Disebabkan khuatir untuk kehilangan pengaruhnya, Perancis telah mengatur satu rampasan kuasa melalui Jean-Beddle Bokassa pada tahun 1966 lalu kemudian melantik bekas presiden, David Dacko sebagai penasihatnya bagi meredakan sentimen anti-penjajah yang dimainkan oleh AS-USSR. Melalui percaturan tersebut, Perancis berusaha untuk memastikan sebarang penentangan terhadap penguasaannya di negara tersebut dapat dipadamkan melalui kekerasan oleh rejim tentera yang menjadi boneka Perancis.

Kemudian, Bokassa mengisytiharkan dirinya sebagai Maharaja pada tahun 1976 dan meneruskan kezalimannya di bawah telunjuk tuannya iaitu Perancis. Bokassa sangat mengkagumi Perancis, bahkan mengurniakan gelaran Pope kepada Presiden Perancis, Charles de Gaulle. Kekejaman Bokassa, yang meliputi amalan kanibalisme dan pembunuhan kanak-kanak telah menimbulkan persepsi yang amat buruk di kalangan masyarakat antarabangsa. Perancis telah menggulingkan Bokassa dan mengembalikan David Dacko sebagai Presiden pada tahun 1979. Namun, pemerintahan Dacko tidak kekal lama apabila Jeneral Andre Kolingba menggulingkannya pada bulan September 1981.

Dalam perkembangan yang sama, Perancis juga telah berjaya menyingkirkan kerajaan pimpinan Habre yang pro-Amerika di Chad dan menggantikannya dengan ejennya Idriss Deby pada tahun 1990. Sejajar dengan itu, pengaruh Perancis di Afrika Tengah telah menjadi semakin kukuh kerana Chad merupakan teras dalam menjamin penguasaan di wilayah tersebut. Setelah memastikan pengaruhnya kukuh, Perancis telah menganjurkan pilihanraya di negara tersebut kerana ingin mengalahkan kempen propaganda AS yang terfokus kepada retorika  usaha mengembalikan demokrasi di Afrika.

Pada tahun 1993, Felix Patasse, pemimpin pembangkang yang merupakan ejen Perancis telah berjaya memenangi pilihanraya Presiden. Namun, kezaliman Patasse dalam menindas seteru politiknya telah mencetuskan pemberontakan bersenjata oleh pelbagai etnik yang diketuai oleh pemimpin pembangkang, Reverend Francois Bozize. Bozize telah mengangkat sumpah sebagai Presiden republik tersebut pada 15 Mac 2003.

Meskipun Bozize berjaya meraih kekuasaan  kerana mendapat sokongan daripada kaum Muslimin di RAT, namun mereka dilayan sebagai musuh dan dipinggirkan. Bozize juga telah menganjurkan pilihanraya yang berat sebelah pada tahun 2005 dan 2011 serta mengisytiharkan kemenangannya sendiri. Dalam tempoh ini, para pemimpin lima buah organisasi yang terdiri daripada kaum Muslimin telah bergabung membentuk pakatan Seleka/Celica untuk melancarkan pemberontakan bersenjata di bawah pimpinan Djaotodja. Bozize telah bertindakbalas dengan mengerahkan tentera untuk menyerang kaum Muslimin sehingga mengakibatkan ratusan nyawa terkorban.

3. Sebuah persidangan telah diadakan pada 1 November 2013 di Libreville, Gabon bagi membincangkan penyelesaian antara Presiden Bozize dan pemimpin Seleka. Pihak Seleka mendesak supaya hak kaum Muslimin dikembalikan, pengiktirafan Islam sebagai agama, serta pengiktirafan terhadap sambutan ‘Aidilfitri dan ‘Aidiladha. Natijahnya, Bozize dapat mengekalkan kuasa sehingga tahun 2016 berdasarkan perjanjian yang telah dimeterai, walaupun tangannya masih lagi berlumuran dengan darah kaum Muslimin. Sebahagian daripada pemberontak Seleka telah diserap masuk ke dalam angkatan tentera RAT.

Bozize telah memungkiri janjinya, dan meneruskan semula penindasan terhadap kaum Muslimin. Sekaligus menyebabkan pemberontak Seleka kembali mengangkat senjata dan menggulingkan Bozize pada 24 Mac 2013. Kemudian, Michel Djotodja telah diangkat menjadi Presiden. Hal ini menimbulkan kegusaran bagi Perancis kerana Djotodja merupakan seorang Muslim walaupun Djotodja telah memberikan jaminan bahawa RAT sebagai sebuah negara sekular sebagaimana yang telah dilaporkan oleh The Gulf pada 31 Mac 2013.
Demi menjaga hati Barat khasnya Perancis, Djotodja juga bertindak untuk tidak melucutkan senjata pihak militia Kristian. Namun, Perancis tetap tidak mengiktiraf kepimpinan Djotodja kerana latarbelakangnya sebagai seorang Muslim. Lalu Perancis menganjurkan persidangan di Chad pada 3 April 2013 sebagai langkah untuk menjatuhkan kredibiliti Djotodja. Meskipun Majlis Peralihan telah mengumumkan pemilihan Djotodja sebagai Presiden pada 13 April 2013, namun kerajaan Perancis tetap enggan mengiktirafnya. Perancis telah menarik balik bantuan terhadap RAT, sedangkan pada hakikatnya dalam masa yang sama mereka  selama ini telah pun merompak hasil mahsul RAT yang kaya dengan batuan dan galian.

4. Perancis telah berusaha untuk melakukan campurtangan dengan menimbulkan permasalahan sebagai alasan untuk menjustifikasikan tindakan mereka. Pihak Majlis Keselamatan telah meluluskan tindakan ketenteraan di RAT pada 5 Disember 2013 dan operasi ketenteraan telah berlangsung pada 8 Disember 2013. Hasil daripada tekanan Perancis, Michel Ando Djotodja telah mengumumkan perletakan jawatannya dalam persidangan di Chad pada 10 Januari 2014. Beliau telah digantikan oleh Datuk Bandar Bangui, Catherine Samba-Panza sebagai Presiden sementara pada 20 Januari 2014.

Pihak militia Kristian telah mencetuskan ketegangan sebaik sahaja perletakan jawatan Djotodja. Mereka telah bertindak zalim terhadap penduduk Muslim khasnya di Bangui. Pihak militia khasnya yang digelar sebagai “Anti Balaka” dibiarkan berleluasa dalam melakukan penindasan dan pembunuhan, sedangkan dalam masa yang sama sebanyak 7000 orang pemberontak Seleka telah dilucutkan senjata oleh tentera Perancis dengan alasan untuk menjaga keamanan. Penduduk Muslim bukan sahaja diancam pembunuhan, bahkan jenazah mereka telah dibakar dan dimakan oleh pengganas Anti Balaka. Harta benda, masjid, sekolah, dan institusi milik kaum Muslimin turut dimusnahkan oleh perusuh tanpa sebarang tindakan oleh tentera “pengaman” Perancis dan Kesatuan Afrika (AU).

Menurut laporan BBC (12 Februari 2014), puluhan ribu penduduk Muslim telah melarikan diri ke Cameroon dan Chad manakala sebilangan lagi terpaksa mencari perlindungan di kem-kem pelarian dalam republik tersebut. Pihak Amnesty International pula telah mengeluarkan kenyataan bahawa situasi yang berlaku di RAT jelas merupakan tindakan penghapusan etnik, namun ia dinafikan oleh Presiden Samba-Panza.

5. AS cuba mengambil kesempatan untuk campurtangan di sebalik kekejaman yang dilakukan oleh Perancis melalui ejennya. Lalu AS telah berusaha untuk meningkatkan lagi keterlibatan negara-negara Afrika dalam operasi ketenteraan di RAT dengan harapan untuk meminggirkan Perancis sekaligus mengambil alih peranan Perancis. Hal ini lantaran wujudnya dakwaan keterlibatan tentera Perancis dalam membiarkan kezaliman pihak militia Kristian, sekaligus meningkatkan desakan agar pihak tentera negara-negara Afrika menggantikan tentera Perancis. Melalui pengaruhnya, AS telah mendesak agar PBB meningkatkan lagi keterlibatan tentera negara-negara Afrika sekaligus mengurangkan campurtangan Perancis di RAT.

Wakil Tetap AS ke PBB, Samantha Power dan Timbalan Setiausaha Negara bagi Urusan Afrika, Linda Thomas-Greenfield telah mengadakan pertemuan dengan wakil kerajaan sementara RAT di Bangui. Dalam satu kenyataan, Thomas-Greenfield telah menegaskan bahawa tentera di bawah mandat Kesatuan Afrika sangat diperlukan dalam misi ketenteraan (MISCA) dalam usaha untuk melucutkan senjata kumpulan-kumpulan bersenjata (sumber: IIP Digital, laman U.S Department of State 23 Disember 2013).

Bagi menyeimbangi tindakan AS, Perancis telah meningkatkan lagi jumlah tenteranya di RAT kepada 2000 orang. Perancis juga berhasrat untuk meningkatkan lagi keterlibatan tentera daripada Kesatuan Eropah (EU) bagi menyeimbangkan pengaruh AS dalam konflik ini. Menurut petikan daripada sebuah sumber diplomatic,  keterlibatan tentera EU dianggarkan boleh mencapai sehingga 900 orang, menjangkaui jangkaan sebanyak 500 orang. (sumber AFP 14 Februari 2014)

Jelaslah bahawa campurtangan ketenteraan ini, baik sama ada di pihak Perancis dan sekutunya di Eropah atau AS dan sekutunya di negara-negara Afrika, bukanlah bertujuan untuk menjaga keamanan dan memelihara penduduk Islam daripada kezaliman. Sekiranya benar mereka ingin membela kaum Muslimin, sudah tentu mereka boleh melakukannya dengan mudah sekali terhadap negara kecil yang serba kekurangan ini. Sebaliknya campurtangan tersebut jelas menunjukkan persaingan antara AS dan Perancis dalam melebarkan pengaruh mereka di rantau Afrika. Darah kaum Muslimin di RAT telah menjadi harga dalam pertaruhan dan percaturan antara AS dan Perancis bagi mengukuhkan pengaruh masing-masing.

6. Bagi tujuan tersebut, AS telah berusaha mengukuhkan pengaruhnya di Afrika Tengah dengan cara mendokong campurtangan tentera negara-negara Afrika dan misi mereka. Di bawah pengaruh AS, Majlis Keselamatan PBB telah memohon “pertambahan sebanyak 3000 orang tentera dan polis bagi meningkatkan keselamatan dan melindungi orang awam” (sumber: AFP 20 Februari 2014). Ternyata AS akan berusaha untuk berkompromi dengan Perancis dalam melebarkan pengaruhnya di RAT melalui proses pilihanraya dengan mengeksploitasi darah kaum Muslimin yang telah ditumpahkan! Dalam pada itu, Perancis juga dijangka akan akur dengan percaturan AS dengan harapan supaya pengaruhnya dapat dikekalkan meskipun semakin berkurangan. Dalam kesempatan itu, Perancis juga akan terus berusaha mengekalkan pengaruhnya dengan meletakkan ejennya sebagai calon dalam pilihanraya akan datang.

7. Kesimpulannya, jelaslah bahawa darah kaum Muslimin telah dijadikan cagaran dalam perebutan antara AS dan Perancis di RAT. Tujuan sebenar campurtangan mereka bukanlah kerana ingin melakukan pembelaan terhadap warga emas, kanak-kanak dan wanita yang diseksa dan dibunuh. Sebaliknya negara-negara kolonialis inilah yang menumpahkan darah kaum Muslimin dan membiarkan militia Kristian bermaharajalela melakukan pembunuhan.

Lebih menyedihkan lagi apabila mengenangkan nasib yang menimpa umat Islam tatkala darah mereka ditumpahkan juga di Palestin, Burma, Kashmir, Chechnya, Tatarstan, Syria dan juga di RAT tanpa sebarang pembelaan. Sebaliknya, para penguasa kaum Muslimin hanya cenderung berdiam diri, sikap berkecuali dan akur kepada telunjuk Barat.

Hakikatnya, umat Islam pada hari ini telah kehilangan perisai yang melindungi mereka iaitu Khalifah yang memimpin Daulah Khilafah dan akan bingkas melakukan pembelaan.
وَإِنَّمَا الإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ
"Sesungguhnya Imam/Khalifah itu adalah laksana perisai, di belakangnya umat berperang dan dengannya umat berlindung." [HR Bukhari]

وَيَقُولُونَ مَتَى هُوَ قُلْ عَسَى أَن يَكُونَ قَرِيبًا

“Lalu mereka menggeleng-gelengkan kepala mereka kepadamu dan berkata (sambil mengejek), ‘Bilakah itu (akan berlaku)?.  Katakanlah, "Mudah-mudahan waktu berbangkit itu tidak lama lagi."
[TMQ Al-Israa’ 17:51]

23 Rabiul Akhir 1435H
23 Februari 2014

Sumber: Q&A – The Conflict in Central Africa

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...