Monday, May 13, 2013

ETNIK ACEH,PEMELUK PERTAMA ISLAM DI NUSANTARA...

Suku Aceh
(Ureuëng Acèh)
Sultan Iskandar MudaMalahayatiTeungku Chik di TiroCut Nyak DhienTeuku UmarCut Nyak MeutiaPocut BarenSultan Muhammad Daud SyahDaud BeureuehTeuku Nyak AriefTeuku Muhammad HasanAli HasjmySyarief ThayebHasan TiroIsmail Hasan MetareumSanusi JunedSurya PalohTeuku JacobP. RamleeTompi
Sultan Iskandar Muda, Keumala Hayati, Teungku Chik di Tiro, Cut Nyak Dhien
Teuku Umar, Cut Nyak Meutia, Pocut Baren, Sultan Muhammad Daud Syah
Daud Beureu'eh, Teuku Nyak Arief, Teuku Muhammad Hasan, Ali Hasjmy
Syarief Thayeb, Hasan Tiro, Ismail Hassan Metareum, Sanusi Juned
Surya Paloh, Teuku Jacob, P. Ramlee, Tompi
Jumlah populasi
5 juta
Kawasan dengan populasi yang signifikan
Aceh: > 3,6 juta[1][2][3]
Bahasa
Aceh
Agama
Islam
Kelompok etnik terdekat
Melayu, Champa, Minang dan semua suku minoritas yang menetap di aceh.


Suku Aceh adalah nama sebuah suku yang mendiami ujung utara Sumatra. Mereka beragama Islam. Bahasa yang dipertuturkan oleh mereka adalah bahasa Aceh yang masih berkerabat dengan bahasa Mon Khmer (wilayah Champa). Bahasa Aceh merupakan bahagian dari bahasa Melayu-Polinesia barat, cabang dari keluarga bahasa Austronesia.
Suku Aceh memiliki sejarah panjang tentang kegemilangan sebuah kerajaan Islam hingga perjuangan atas penaklukan kolonial Hindia Belanda.
Banyak dari budaya Aceh yang menyerap budaya Hindu India, dimana kosakata bahasa Aceh banyak yang berbahasa Sanskerta. Suku Aceh merupakan suku di Indonesia yang pertama memeluk agama Islam dan mendirikan kerajaan Islam. Masyarakat Aceh majoriti bekerja sebagai petani, pekerja tambang, dan nelayan.

Sejarah

Penduduk Aceh merupakan keturunan berbagai suku, kaum, dan bangsa. Leluhur orang Aceh berasal dari Semenanjung Malaysia, Cham, Cochin, Kamboja.
Di samping itu banyak pula keturunan bangsa asing di tanah Aceh, bangsa Arab dan India dikenal erat hubungannya pasca penyebaran agama Islam di tanah Aceh. Bangsa Arab yang datang ke Aceh banyak yang berasal dari provinsi Hadramaut (Negeri Yaman), dibuktikan dengan marga-marga mereka al-Aydrus, al-Habsyi, al-Attas, al-Kathiri, Badjubier, Sungkar, Bawazier dan lain lain, yang semuanya merupakan marga marga bangsa Arab asal Yaman. Mereka datang sebagai ulama dan berdagang. Saat ini banyak dari mereka yang sudah kawin campur dengan penduduk asli Aceh, dan menghilangkan nama marganya.
Sedangkan bangsa India kebanyakan dari Gujarat dan Tamil. Dapat dibuktikan dengan penampilan wajah bangsa Aceh, serta variasi makanan (kari), dan juga warisan kebudayaan Hindu Tua (nama-nama desa yang diambil dari bahasa Hindi, contoh: Indra Puri). Keturunan India dapat ditemukan tersebar di seluruh Aceh.

Kerana letakkan geografi yang berdekatan maka keturunan India cukup dominan di Aceh.
Pedagang pedagang China juga pernah memiliki hubungan yang erat dengan bangsa Aceh, dibuktikan dengan kedatangan Laksamana Cheng Ho, yang pernah singgah dan menghadiahi Aceh dengan sebuah loceng besar, yang sekarang dikenal dengan nama Loceng Cakra Donya, tersimpan di Banda Aceh. Semenjak saat itu hubungan dagang antara Aceh dan Chinz cukup mesra, dan pelaut-pelaut China pun menjadikan Aceh sebagai pelabuhan transit utama sebelum melanjutkan pelayarannya ke Eropah.
Selain itu juga banyak keturunan bangsa Persia (Iran/Afghan) dan Turki, mereka pernah datang atas undangan Kerajaan Aceh untuk menjadi ulama, pedagang senjata, pelatih perajurit dan serdadu perang kerajaan Aceh, dan saat ini keturunan keturunan mereka kebanyakan tersebar di wilayah Aceh Besar. Hingga saat ini bangsa Aceh sangat menyukai nama-nama warisan Persia dan Turki. Bahkan sebutan Banda, dalam nama kota Banda Aceh pun adalah warisan bangsa Persia (Bandar arti: pelabuhan).
Di samping itu ada pula keturunan bangsa Portugis, di wilayah Kuala Daya, Lam No (pesisir barat Aceh). Mereka adalah keturunan dari pelaut-pelaut Portugis di bawah pimpinan nakhoda Kapten Pinto, yang berlayar hendak menuju Malaka (Malaysia), dan sempat singgah dan berdagang di wilayah Lam No, dan sebagian besar di antara mereka tetap tinggal dan menetap di Lam No. Sejarah mencatat peristiwa ini terjadi antara tahun 1492-1511, pada saat itu Lam No di bawah kekuasaan kerajaan kecil Lam No, pimpinan Raja Meureuhom Daya. Hingga saat ini masih dapat dilihat keturunan mereka yang masih memiliki profil wajah Eropah yang masih kental.

Seni Tarian

Bahasa

-Bahasa yang digunakan adalah Bahasa Aceh

Masakan

Kuih/Penganan/Kudapan

  • Timphan
  • Keukarah
  • Meuseukat
  • Halua
  • Cingkhuy (kue khas Lam No)
  • Kuwéh Seupét
  • Kuwah Tuhe/Kuah Peungat
  • Kanji Rumbi
  • Boh Usen
  • Bhoi
  • Sagon
  • Dodoy (dodol)
  • Dughok/Lughok
  • Apam (serabi)
  • Pulot
  • Rujak Aceh
  • Adèe
  • Bada Reuteuek
  • Peunajoh Tho
  • Wajeb
  • Putroe Manoe
  • Ie Bu Peudah
  • Boh Gudok
  • Boh Rom-rom
  • Boh Usen
  • Nyap
  • Ruti Cane

Tokoh

Rujukan

No comments:

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...