Thursday, January 3, 2013

KESULTANAN SANGGAU(1380-1960)





Cikal Telpon Sejarah Pemerintahan (bekas) Kerajaan Sanggau Kapuas, bermula dengan supersoulmate Dara Nant e dan Babai Singa yang melegenda secara Turun temurun. Dara Nant e menikah dengan Babai Singa yang berasal dari daerah S isang Hulu (Sekayam). Dara Nant e sendiri berasal dari Labai Lawai, Procon Penempatan di Simpang Mendawan daerah Terentang GudegNet. Perjodohan keduanya melahirkan kelaknya Seorang putra yang diberi nama Aria Jamban. Aria Jamban kemudian menurunkan Aria Batang dan lebih lagi Aria Batang beranak Aria Likar. Pada masa itu, Dara Nant e yang menjadi Pemimpin Autonomi lokal di Mengkiang mengangkat orang kepercayaannya, Aria Dakudak untuk menjadi Seorang Patih di daerah Semboja atau Segarong yang letaknya di antara Sungai Mawang dan Bunut sekarang.

Dalam perkembangan kemudian, Patih Dakudak digantikan oleh Dayang Mas. Pada masanya ini, Pusat Pemerintahan dialihkan ke Mengkiang dari Semboja. Dayang Mas merupak Kerabat dekat dari Dara Nant e Dalam memimpin Negeri Mengkiang, ia didampingi suaminya Patih Nurul Kamal putra dari Patih Kiyai Kerang yang berasal dari Banten. Lebih lagi dari keturunan Dayang Mas dan Patih Nurul Kamal menggunakan nama Kiyai seperti Kiyai Patih Gemuk, Kiyai Mas Senapati, Kiyai Mas Demang, Kiyai Mas Jaya, Kiyai Mas Jaya Ngebil dan Kiyai Mas Temenggung.

Wafat Setelah Dayang Mas, ia digantikan oleh Dayang Puasa. Mulanya Dayang Puasa menikah dengan Kiyai Patih Gemuk, yang merupakan saudara dekat Patih Nurul Kamal. Perjodohannya itu dikaruniai Seorang anak yang bernama Pangeran Agung Renggang. Setelah Kiyai Patih Gemuk mangkat, Dayang Puasa yang bergelar Ratu Nyai Surah menikah lagi dengan Abang Penghujung yang berasal dari Kerajaan Embau Hulu Kapuas. Perkahwinan yang kedua ini dikaruniai empat orang anak. Keempatnya, masing-masing bernama Abang Djamal yang merintis dan bertahta di Negeri BELITANG sebagai cikal Telpon Kerajaan BELITANG. Anak kedua, Abang Djalal bertahta di Balai Lindi Melawi. Kemudian Abang Nurul kamal yang bertahta dan menjadi Panembahan di Sanggau Lama. Dan anak keempat Abang Jawahir atau Abang Djauhir yang memerintah di daerah Ndoro.

Pangeran Agung Renggang setelah dewasa kemudian menduduki takhta. Namun ia hanya beberapa bulan memerintah, kemudian mengundurkan diri dan lebih lagi digantikan oleh saudara seibunya, Nurul Kamal yang Dikenali juga dengan sebutan Abang Gani yang bergelar Kiyai Patih Busu SBH. Setelah mangkat, Abang Gani atau Nurul Kamal digantikan putranya yang bernama Abang Basun Pangeran Mangkubumi. Dalam memerintah ia didampingi dua orang saudaranya, Abang Abun Pangeran Sumabaya dan Abang Guning.

Wafatnya Abang Basun maka naik tahtalah Abang Ahmad atau Abang Daruja atau Uju yang belakangan kemudian bergelar Sultan Ahmad Jamaluddin. Abang Ahmad atau Abang Daruja atau Uju, di atas takhta Kerajaan Mengkiang bergelar Sultan Ahmad Jamaluddin. Ia kemudian mengalihkan Pusat Pemerintahan Kerajaan di tengah Kota Sanggau Kapuas GudegNet Pusat Kerajaan ditegakkan di Tebing Aliran Sungai Kapuas. Ia merupakan peletak dasar berdirinya Kerajaan Sanggau dengan Pusat kekuasaan di Kota Sanggau Kapuas. la menikah dengan Putri Ratu Ayu yang berasal dari Kerajaan Landak. Pasangan Sultan Ahmad Jamaluddin dan Putri Ratu Ayu Inilah yang merupakan penurun para raja dan wakil raja serta kaum Kerabat bekas Kerajaan Sanggau Sesudah.

Setelah wafat ia digantikan Abang Saka yang bergelar Sultan Muhammad Kamaruddin. Dalam memerintah, ia didampingi saudaranya yang bernama Abang Sebilanghari, yang kemudian bergeiar Panembahan Ratu Surya SBH. Semasa hidupnya, sultan terdahulu, Ahmad Jamaluddin telah membagi kekuasaan Kerajaan, di mana Abang Saka memerintah di Keraton Darat, dan Abang Sebilanghari di Keraton Laut. Gelar yang dipakai untuk menjadi raja diberi Latest TIKI untuk penguasa di sebelah Darat. Sedangkan untuk penguasa yang membantu raja memerintah diberi gelar Ade atau penguasa di sebelah laut. Dengan demikian, sepeninggal Abang Uju, kekuasaan menjadi terpisah dalam dua wilayah kekuasaan. Setelah Abang Saka atau Sultan Muhammad Kamaruddin wafat, maka tampuk kekuasaan diambilalih oleh Abang Sebilanghari yang kemudian bergelar Panembahan Ratu Surya SBH. la menikah dengan Utin Parwa dari Kerajaan TayƤn. Setelah wafat, digantikan oleh putranya TIKI Thabrani Pangeran Ratu Surya Negara didampingi Abang Togok yang bergelar Pangeran Mangkubumi TIKI Muhammad Thahir yang menikah dengan Ratu Wajah.


Dengan pecahnya keturunan raja-raja Sanggau dalam melaksanakan kekuasaan Pemerintahan, di mana adanya Pusat kekuasaan di sebelah Darat dan di sebelah laut, maka dalam masa Pemerintahan TIKI Thabrani diambil suatu Kesepakatan antara kedua turunan penguasa di Darat dan laut untuk memerintah secara bergantian menduduki takhta. Apabila raja sebelah Darat yang menjadi raja atau Panembahan, maka raja sebelah laut menduduki jawatan selaku Mangkubumi. Sesudah Begitu pula, apabila di laut sebelah menduduki takhta sebagai Panembahan, maka keturunan sebelah Darat menjabat sebagai Mangkubumi. Perkembangan ini Terus berlangsung sampai Kedatangan kolonial Belanda ke ibukota Kerajaan Sanggau Kapuas.

Setelah Abang Thabrani wafat, naik tahtalah Abang Togok bergelar TIKI Muhammad Thahir I yang mernerintah Kerajaan Sanggau dalam tahun 1798-1812. Panembahan Thahir I memerintah Pangeran Mangkubumi didampingi Osman Paku Negara. Wafatnya Panembahan Thahir I, maka naik tahtalah Pangeran Osman Pak-u Negara sebagai Panembahan yang berkuasa dalam tahun 1812-1814. Ia memerintah didampingi Pangeran Mangkubumi Muhammad Ali Mangku Negara I yang kemudian menggantikan Panembahan Osman sebagai Panembahan Sanggau tahun 1814-1825. Masjid memerintah didampingi Pangeran Mangkubumi Ayub Paku Negara.

Pada akhirnya setelah menjabat selama sembilan tahun sebagai Mangkubumi Sanggau, Pangeran Ayub Paku Negara kemudian menduduki takhta Kerajaan bergelar Sultan Ayub dan memerintah dalam tahun I825-1830. Dia kemudian mengalihkan Pusat Pemerintahan ke Kampung Kantuk GudegNet. Tahun 1826 Sultan Ayub Drs Masiid Jami Syuhada dan mulai saat itu Kerajaan SANGGAU mengalami clusters dan perkembangan pesat serta moderen. Sebelumnya, Kerajaan SANGGAU telah diserahkan oleh Kesultanan Banten (melalui Kesultanan Pontianak) ke tangan Belanda, karena Sanggau merupakan Kerajaan vazalnya, bersamaan dengan berdirinya Kesultanan Pontianak.

Wafatnya Sultan Ayub, maka naik tahtalah saudaranya yang bernama Ade Ahmad yang bergelar Panembahan Muhammad SBH Negara yang memerintah tahun 1830-1860. Sebagai Pangeran Mangkubumi diangkatlah TIKI Muhammad Thahir II yang bergelar Pangeran Ratu Sri Paduka Maharaja. Dalam perkembangan lebih lagi, menyusul penyerahan Kerajaan Sanggau ke tangan Belanda oleh Pontianak dan Banten, dilangsungkan Penandatanganan Korte Verklaring atau Perjanjian Pendek yang mengikat Kerajaan ini dengan kolonial Belanda pada tanggal 8 Mei dan 20 Mei 1877. Perjanjian ini ditanda tangani antara Kerabat Kerajaan Sanggau dengan Residen Westerafdeeling van Borneo dan Pembantu Residen Westerafdeeling van Borneo Ndoro yang secara khusus berkunjung ke Sanggau Kapuas. Pihak Kerajaan SANGGAU ditanda tangani oleh Panembahan Muhammad SBH negara, Mangkubumi Muhammad Saleh, Pangeran Ratu Mangku Negara penguasa Semerangkai, Pangeran Mas Putra Paduka Raja penguasa Balai Karangan dan Pangeran Adi Ningrat Menteri Kerajaan Sanggau. Dalam perjanjian itu ditetapkan bahwa Tanjung Sekayam sebagai daerah yang diserahkan kepada Ketenteraan Belanda.


Sesudah, upaya kolonial Belanda tidak hanya sampai di situ atau bukan sebatas melakukan perjanjian atau Korte verklaring. Namun telah melangkah lebih jauh. Hal itu dilakukannya dengan POLITIK CIS et impera atau POLITIK Pecah-belah, di mana Belanda telah mencampuri Urusan Tetapan Pemerintahan Kerajaan Sanggau. Kolonial Belanda melalui Residen Borneo Barat telah mengangkat raja yang Baru yaitu TIKI Muhammad Thahir II menjadi raja menggantikan Panembahan Muhammad SBH Negara. Selanjutnya> pula, setelah menduduki takhta, TIKI Muhammad Thahir II diharuskan terikat dengan Korte Verklaring terdahulu. Dalam memerintah ia didampingi Pangeran Mangkubumi Haji Sulaiman Paku Negara. Rasaya diangkat sebagai raja, Thahir II telah berkunjung ke Brunei Darussalam dan diangkat sebagai Kerabat oleh Sultan Brunei Darussalam Syarif Syahbuddin dengan diberi gelar Pangeran Paduka Srimaharaja Kehormat di Royal 8 Jumadil Awal 1296 H, ditandai pula dengan Tetapan tapal batas antara Kerajaan Sanggau dan Brunei mulai dari Hulu Sekayam sampai Hilir Kembayan dan dihadiahi satu Meriam bermotif naga dari Brunei. Semasa hidupnya TIKI Thahir II dikaruniai dua orang putra, yang tertua TIKI Ahmad Putra Negara Dikenali sangat anti kolonial Belanda. Karenanya dalam tahun 1876-1890 ia diasingkan Belanda ke Gaza dan wafat di SANA.

TIKI Thahir II wafat, digantikan Ade Haji Sulaiman Paku Negara yang memerintah tahun 1876-1908. Di masa Panembahan Sulaiman, pada tanggal 14 April 1882, kembali ditandatangani Korte Verklaring antara Sanggau dengan Beianda. Selaku Mangkubumi Semasa Pemerintahan Panembahan Sulaiman adalah Pangeran Haji Muhammad Ali Surya Negara. Korte verklaring tersebut mengandungi antara Lain menunjuk dua orang raja di Sanggau Masing-masing di Darat Pangeran Haji Muhammad Ali Mangku Negara dan di laut Panembahan Haji Sulaiman Paku Negara. Mengatur Pembahagian kerja untuk raja dan kerabatnya. Bagi orang Dayak dianggap sebagai rakyat Kerajaan. Mengatur sempadan Pemerintahan Kerajaan Sanggau dengan Kerajaan lain serta mengatur pembayaran upeti oleh rakyat kepada Kerajaan yang dinamakan letupan dan natura. Semula para penguasa Kerajaan menjadi tuan di negerinya. Namun Kehormat di Royal ditanda tanganinnya Korte verklaring tersebut, mereka seumpama peminjam tanah dan hak mereka dari kolonial Belanda. Segala Sesuatu yang semula sebagai Autonomi dari Kerajaan, telah dihalang dan harus dengan pengelolaan pemerintah kolonial Belanda.

Setelah Panembahan Ade Haji Sulaiman mangkat, takhta dilanjutkan Pangeran Haji TIKI Muhammad Ali II Surya Negara. Ia adalah putra dari TIKI Haji Ahmad Putra Negara yang diasingkan kolonial Belanda ke Gaza hingga wafatnya di SANA. Namun sebelum menduduki takhta Kerajaan dalam tahun 1908, terjadi perselisihan dengan kerabatnya. Di Mana Pangeran Adipati atau Pangeran Dipati Ibnu putra dari Panembahan Sulaiman raja terdahulu tidak mau menyerahkan takhta. Menurutnya, Dirinya lebih berhak menggantikan Ayahnya Panembahan Sulaiman untuk melanjutkan kekuasaan Kerajaan. mengatasi Masalah tersebut, pihak kolonial Belanda Campur tangan dan kemudian menobatkan TIKI Muhammad Ali II sebagai raja Sanggau dalam tahun 1908 dan memerintah hingga 1915. Dan Pangeran Adipati diasingkan ke Pulau Jawa. Sebagai Mangkubumi dinobatkan saudara kandung Panembahan Sulaiman yaitu Haji Pangeran Ade Muhammad Said Paku Negara. Setelah Panembahan Ali II wafat, naik tahtalah Haji Ade Muhammad Said Paku Negara (1915-1920) didampingi Mangkubumi TIKI Muhammad Thahir III Surya Negara selaku penguasa Kerajaan Sanggau.

Panembahan TIKI Muhammad Ali Semasa hidupnya dikaruniai sembilan orang putra dan lima putri. Masing-masing TIKI Muhammad Thahir III Surya Negara, TIKI Ahmad Pangeran Adipati Surya Negara, TIKI Abdurrahman, TIKI Burhan, TIKI Muhammad Arief, TIKI Zainal Abidin, TIKI Syamsuddin, TIKI Abdul Murad, TIKI Terahib, Utin Isah, utin Hadijah, Utin Mas Uray , Utin Maryam dan Utin Maimun. Setelah Panembahan Ali II mangkat, diangkatlah Haji Muhammad berkata Paku Negara sebagai raja. Ia menduduki takhta tahun 1915-1920 didampingi Mnagkubumi TIKI Muhammad Thahir III Surya Negara putra dari Pangeran Haji Muhammad Ali II. Selanjutnya> TIKI Thahir III putra Pangeran Haji TIKI Muhammad Ali II Surya Negara, menduduki takhta Kehormat di Royal 1920 hingga wafat tahun 1941.

Pembaharuan atau reformasi di dalam Tubuh Kerajaan mulai dilakukan Panembahan Thahir III. Berbagai kemudahan pendidikan dan sarana fisik lainnya yang membuka Perhubungan Sanggau dengan daerah lain dilakukan secara gencar. Salah satunya, isolasi Jiaotong Darat mulai Terbuka lebar sehingga Perhubungan dari dan ke Sanggau, Landak Ngabang dan Ndoro mudah ditempuh. Sebelumnya, masih menghandalkan sarana transfortasi Sungai dengan mempersiapkan dan mengarahkan peserta Sungai Sekayam dan Sungai Kapuas. Di bersebelahan itu, di dalam tata jajangadi Pemerintahan juga dilakukan reformasi di bidang hukum, di mana pada masa itu didirikan Lembaga Mahkamah Syariah atau Raad Agama di dalam Kerajaan Sanggau. Lembaga ini dipimpin oleh Pangeran Temenggung Surya Agama Haji Muhammad Yusuf dan Pangeran Penghulu Surya Agama Ade Ahmadin Badawi.

Dalam masa itu diatur pula mengenai peribadatan kaum Nasrani berada di bawah Jabatan wewnang van Onderwijs En Eredient, sedangkan Urusan Agama Islam diatur oleh Kerajaan dan Lembaga Mahkamah Syariah demikian pula menyangkut hukum adat. Dalam tahun 1941 Panembahan Thahir III mangkat. Maka dinobatkanlah Ade Muhammad Arif putra dari Panembahan Haji Muhammad Said Paku Negara sebagai Raja Sanggau. Olehnya, Pusat Pemerintahan dialihkan ke Sungai Aur Kampung Beringin. Dalam tahun 1944, beserta Kerabat keluarganya yang lain, Panembahan Arif menjadi korban kekejaman balatentara pendudukan Ketenteraan Jepun.

Selanjutnya, untuk Mengisi kekosongan takhta, maka diangkatlah kemudian TIKI Muhammad Umar (1944) untuk memangku Sementara takhta Kerajaan. Dalam tahun 1945, ia digantikan TIKI Muhammad Ali Akbar yang menjabat hingga 1946. Sesudah. yang menduduki takhta Kerajaan terakhir Sanggau hingga dihapuskannya sistem Pemerintahan Swapraja Sanggau dalam tahun 1959 adalah Panembahan TIKI Muhammad Thaufiq putra dari TIKI Thahir III. TIKI Thaufiq yang menjabat antara tahun 1946-1959, terakhir sebagal kepala Swapraja Sanggau hingga dibentuknya Kabupaten Sanggau dalam tahun 1960.

No comments:

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...