Thursday, January 3, 2013

KESULTANAN KUTAI KARTANEGARA (1300-1960-Kini)




Kesultanan Kutai Kartanegara ing Kertanegara
كسلتانن كوتي كرتانڭرا إڠ مرتادڤورا
Kerajaan Kutai 1300-1960 Indonesia
Bendera Kesultanan Kutai Kartanegara ing Kertanegara Lambang Kesultanan Kutai Kartanegara ing Kertanegara
Bendera Lambang
Ibu kota Tepian Pandan Kutai Lama ( 1300 - 1732 ) Pemarangan ( 1732 - 1782 ) ( 1782 - 1960 )

English Bahasa Melayu (Dialek Kutai )
Agama Islam (rasmi) Kaharingan Animisme Kristen


Pemerintahan Monarki
Sultan
 - 1300-1325 Aji Batara Agung Dewa sakti
 - 1920-1960 Aji Muhammad Parikesit
 - 2001-sekarang Aji Muhammad Salehuddin II
Sejarah
 - Didirikan 1300
 - Menjadi Kesultanan Abad Ke-17
 - Dihidupkan kembali 2001
 - Masuk wilayah Malaysia 1960
Kini bahagian dari  Indonesia
Kesultanan Kutai atau lebih lengkap disebut Kesultanan Kutai Kartanegara ing Kertanegara (Martapura) merupakan Kesultanan bercorak Islam yang Bab Berdiri pada tahun 1300 oleh Aji Batara Agung Dewa sakti di Kutai Lama dan berakhir pada 1960 . Kemudian pada tahun 2001 kembali eksis di Kalimantan Timur setelah dihidupkan lagi oleh Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara sebagai upaya untuk melestarikan budaya dan adat Kutai Keraton.
Dihidupkannya kembali Kesultanan Kutai ditandai dengan dinobatkannya menyanyikan pewaris takhta yakni putera mahkota Aji Pangeran Prabu Anum Surya kasim II menjadi Sultan Kutai Kartanegara ing Kertanegara dengan gelar H. Balchand Mohamad Salehoeddin II pada tanggal 22 September 2001 .

Sejarah

Pendirian

Kerajaan Kutai Kartanegara Bab Berdiri pada awal Abad ke-13 di daerah yang bernama Tepian Batu atau Kutai Lama (Kini menjadi sebuah desa di wilayah Kecamatan ANGGANA ) dengan rajanya yang pertama yakni Aji Batara Agung Dewa sakti ( 1300 - 1325 ). Kerajaan ini disebut dengan nama Kerajaan Tanjung Kute dalam Kakawin Nagarakretagama (1365), yaitu Procon daerah taklukan di negara bahagian Pulau Tanjungnagara oleh Patih Gajah Mada dari Majapahit [1] .

Lambang Kesultanan Kutai Kartanegara dalam versi lain.
Pada Abad Ke-16 , Kerajaan Kutai Kartanegara dibawah pimpinan raja Aji Pangeran Sinum Panji Mendapa berhasil menaklukkan Kerajaan Kutai (atau disebut pula: Kerajaan Kutai Kertanegara atau Kerajaan Kutai Martapura atau Kerajaan Mulawarman ) yang terletak di Muara Kaman . Raja Kutai Kartanegara pun kemudian menamakan kerajaannya menjadi Kerajaan Kutai Kartanegara Ing Kertanegara sebagai peleburan antara dua Kerajaan tersebut.
Pada Abad ke-17 , Agama Islam yang disebarkan Tuan Tunggang Parangan Diperolehi dengan baik oleh Kerajaan Kutai Kartanegara yang saat itu dipimpin Aji Raja Mahkota Mulia Alam . Setelah beberapa puluh tahun, sebutan Raja diganti dengan sebutan Sultan . Sultan Aji Muhammad Idris (1735-1778) merupakan sultan Kutai Kartanegara pertama yang menggunakan nama Islami. Dan kemudian Kerajaan sebutan pun berganti menjadi Kesultanan Kutai Kartanegara ing Kertanegara [1] .
Menurut Hikayat Banjar dan Kotawaringin (1663), negeri Kutai merupakan salah satu tanah di atas angin (sebelah utara) yang menghantar upeti kepada Maharaja Suryanata, raja Banjar-Hindu ( Negara Dipa) pada Abad Ke-14 hingga Kerajaan ini digantikan oleh Kesultanan Banjar. Sekitar tahun 1620 Kutai berada di bawah Pengaruh Kesultanan Makassar. Perjanjian VOC dan Kesultanan Banjar tahun 1635 menyebutkan VOC membantu Banjar untuk menaklukan Paser dan Kutai kembali. Dengan demikian Kehormat di Royal tahun 1636 , Kutai diklaim oleh Kesultanan Banjar sebagai Procon vazalnya karena Banjarmasin sudah memiliki kekuatan Ketenteraan yang memadai untuk Menghadapi Serangan Kesultanan Mataram yang berambisi menaklukan seluruh Kalimantan dan sudah menduduki wilayah SUKADANA (1622) [2] . Sebelumnya Banjarmasin merupakan vazal Kesultanan Demak (penerus Majapahit ), tetapi semenjak runtuhnya Demak (1548), Banjarmasin tidak lagi menghantar upeti kepada Pemerintahan di Jawa. Sekitar tahun 1638 (sebelum perjanjian Bungaya ) Sultan Makassar (Gowa-Tallo) meminjam Pasir serta Kutai , Berau dan Karasikan ( Kepulauan Sulu / Banjar Kulan) sebagai tempat berdagang kepada Sultan Banjar IV Mustain Billah / Sultan Panembahan dan berjanji tidak akan menyerang Banjarmasin. Hal tersebut terjadi ketika Kiai Martasura diutus ke Makassar dan mengadakan perjanjian dengan I Mangadacinna Daeng Sitaba Karaeng Pattingalloang Sultan Mahmud yaitu Raja Tallo yang menjabat Mangkubumi bagi Sultan Malikussaid Raja Gowa tahun 1638 - 1654 . [3]
Tahun 1747, VOC Belanda mengakui Pangeran Tamjidullah I sebagai Sultan Banjar padahal yang sebenarnya dia hanyalah Mangkubumi. Pada 1765 , Belanda VOC berjanji membantu Sultan Tamjidullah saya yang pro VOC Belanda untuk menaklukan kembali daerah-daerah yang memisahkan diri diantaranya Kutai berdasarkan perjanjian 20 Oktober 1756 . [4] , karena VOC bermaksud menyatukan daerah-daerah di Kalimantan sebagai daerah Pengaruh VOC. Padahal Kutai di bawah Pengaruh La Maddukelleng (raja Wajo ) yang anti VOC. Pangeran Amir pewaris mahkota Kesultanan Banjar yang sah dibantu pamannya - Arung Turawe (kelompok anti VOC) berusaha merebut takhta tetapi mengalami kegagalan.
Pada 13 Ogos 1787 , Sultan Banjar Sunan Nata Alam membuat perjanjian dengan VOC yang menjadikan Kesultanan Banjar sebagai daerah protektorat VOC sedangkan daerah -daerah lainnya di Kalimantan yang dahulu kala pada Abad Ke-17 pernah menjadi vazal Banjarmasin diserahkan secara sepihak sebagai hartanah VOC Belanda. Tahun 1778 Landak dan SUKADANA (sebahagian besar susuk) telah diperoleh dari VOC Sultan Banten . Pada 9 September tahun 1809 VOC meninggalkan Banjarmasin (kota Tatas) dan menyerahkan Benteng Tatas dan Benteng Tabanio kepada Sultan Banjar yang ditukar dengan intan 26 karat. Kemudian wilayah Hindia-Belanda diserahkan kepada Inggeris karena Belanda cangkem dalam peperangan, Alexander Hare menjadi wakil Inggeris di Banjarmasin Kehormat di Royal 1812. Tarikh 1 Januari 1817 Inggeris menyerahkan kembali wilayah Hindia Belanda termasuk Banjarmasin dan daerah-daerahnya kepada Belanda dan kemudian Belanda memperbaharui perjanjian dengan Sultan Banjar [4] . Negeri Kutai diserahkan sebagai daerah pendudukan Hindia Belanda dalam Kontrak Perjanjian Karang Intan I pada 1 Januari 1817 antara Sultan Sulaiman dari Banjar dengan Hindia Belanda diwakili Residen Aernout van Boekholzt . [5] Perjanjian Seterusnya> pada tahun 1823 , negeri diserahkan Kutai menjadi daerah pendudukan Hindia Belanda dalam Kontrak Perjanjian Karang Intan II pada 13 September 1823 antara Sultan Sulaiman dari Banjar dengan Hindia Belanda diwakili Residen Encik Tobias [4] .
Secara hukum Kutai dianggap negara bahagian di dalam negara Banjar. Negeri Kutai ditegaskan kembali termasuk daerah-daerah pendudukan Hindia Belanda di Kalimantan menurut Perjanjian Sultan Adam al-Watsiq Billah dengan Hindia Belanda yang ditandatangani dalam Genting Belanda di Banjarmasin pada tanggal 4 Mei 1826 [4] .

Pemindahan ibukota Kerajaan


Quick perpindahan ibukota Kesultanan Kutai Kartanegara antara tahun 1300 - 1960 .
La Madukelleng menawan daerah Paser dan Kutai. Aji Muhammad Idris merupakan raja Kutai Kartanegara pertama yang Memakai gelar Sultan sebagai upaya melepaskan diri dari dominasi Sultan Banjar yang berada dalam Pengaruh VOC. Aji Sultan Muhammad Idris yang merupakan menantu dari Sultan Wajo La Madukelleng Berangkat ke tanah Wajo , Sulawesi Selatan untuk turut bertempur melawan VOC Bersama rakyat Bugis . Pemerintahan Kesultanan Kutai Kartanegara untuk Sementara dipegang oleh Dewan Perwalian [1] .
Pada tahun 1739 , Sultan Aji Muhammad Idris Pengguguran di medan laga. Sepeninggal Sultan Idris, terjadilah perebutan takhta Kerajaan oleh Aji Kado . Putera mahkota Kerajaan Aji Imbut yang saat itu masih kecil kemudian dilarikan ke Wajo [1] . Aji Kado kemudian merasmikan namanya sebagai Sultan Kutai Kartanegara dengan menggunakan gelar Sultan Aji Muhammad Aliyeddin .
Setelah dewasa, Aji Imbut sebagai putera mahkota yang syah dari Kesultanan Kutai Kartanegara kembali ke tanah Kutai. Oleh kalangan Bugis dan Kerabat Istana yang setia pada mendiang Sultan Idris, Aji Imbut dinobatkan sebagai Sultan Kutai Kartanegara dengan gelar Sultan Aji Muhammad Muslihuddin . Penobatan Sultan Muslihuddin ini dilaksanakan di Mangkujenang . Sejak itu dimulailah perlawanan terhadap Aji Kado.
Perlawanan berlangsung dengan siasat sekatan yang ketat oleh Mangkujenang terhadap Pemarangan Armada Pirate laut Sulu terlibat dalam perlawanan ini dengan melakukan penyerangan dan pembajakan terhadap Pemarangan . Tahun 1778 , Aji meminta Kado Bantuan VOC namun tidak dapat dipenuhi [1] .
Pada tahun 1780 , Aji Imbut berhasil merebut kembali ibukota Pemarangan dan secara rasmi dinobatkan sebagai sultan dengan gelar Sultan Aji Muhammad Muslihuddin di Istana Kesultanan Kutai Kartanegara. Aji Kado dihukum mati dan dimakamkan di Pulau Jembayan [1] .
Aji Imbut dengan gelar Sultan Aji Muhammad Muslihuddin memindahkan ibukota Kesultanan Kutai Kartanegara ke Tepian Pandan pada tanggal 28 September 1782 . Perpindahan ini dilakukan untuk menghilangkan Pengaruh kenangan pahit masa Pemerintahan Aji Kado dan Pemarangan dianggap telah kehilangan tuahnya. Nama Tepian Pandan kemudian diubah menjadi Tangga Arung yang berarti Rumah Raja, lama-kelamaan Tangga Arung lebih Am popular dengan sebutan Tenggarong dan tetap bertahan hingga Kini [6] .
Pada tahun 1838 , Kesultanan Kutai Kartanegara dipimpin oleh Sultan Aji Muhammad Salehuddin setelah Aji Imbut mangkat pada tahun tersebut.

Serangan  SECARA TERPERINCI Inggeris

Pada tahun 1844 , 2 buah persamaan tersebut SECARA TERPERINCI dagang pimpinan James Erskine Murray asal Inggeris memasuki perairan Tenggarong. Murray Datang ke Kutai untuk berdagang dan meminta tanah untuk hendak membina pos dagang serta hak Eksklusif untuk menjalankan persamaan tersebut SECARA TERPERINCI UAP di perairan Nibong . Namun Sultan AM Salehuddin mengizinkan Murray untuk berdagang hanya di wilayah Raub saja. Murray kurang PUAS dengan tawaran Sultan ini. Setelah beberapa hari di perairan Tenggarong, Murray melepaskan tembakan Meriam ke Istana Arah dan dibalas oleh pasukan Kerajaan Kutai. Pertempuran pun tak dapat dihindari. Armada pimpinan Murray akhirnya cangkem dan melarikan diri menuju laut lepaskan. Lima orang terluka dan tiga orang tewas dari pihak armada Murray, dan Murray sendiri termasuk di antara yang tewas tersebut [6] .
Insiden pertempuran di Tenggarong ini sampai ke pihak Inggeris. Sebenarnya Inggeris hendak melakukan Serangan balasan terhadap Kutai, namun ditanggapi oleh pihak Belanda bahwa Kutai adalah salah satu bahagian dari wilayah Hindia Belanda dan Belanda akan menyelesaikan permasalahan tersebut dengan Caranya sendiri. Kemudian Belanda menghantarkan armadanya dibawah komando t'Hooft dengan membawa persenjataan yang lengkap. Setibanya di Tenggarong, armada t'Hooft menyerang Istana Sultan Kutai. Aji Sultan Muhammad Salehuddin diungsikan ke Kota Bangun . Panglima bebek Kerajaan Kutai, Awang Long yang bergelar Pangeran Senopati Bersama pasukannya dengan Gagah Berani bertempur melawan armada t'Hooft untuk mempertahankan Kehormat Kerajaan Kutai Kartanegara [6] . Awang Long Pengguguran dalam pertempuran yang kurang seimbang tersebut dan Kesultanan Kutai Kartanegara akhirnya cangkem dan takluk pada Belanda.

Sultan Sulaiman Bersama putra mahkota dan para menteri Kerajaan.
Pada tarikh 11 Oktober 1844 , Sultan Salehuddin AM mesti memeterai perjanjian dengan Belanda yang menyatakan bahwa Sultan Kutai mengakui Pemerintahan Hindia Belanda dan mematuhi pemerintah Hindia Belanda di Kalimantan yang diwakili oleh Seorang Residen yang berkedudukan di Banjarmasin . [7]
Tahun 1846 , H. von Dewall menjadi pentadbir Awam Belanda yang pertama di Côte timur Kalimantan [6] . Menurut Staatsblad van Nederlandisch indie tahun 1849, wilayah Kesultanan Kutai termasuk dalam Zuid-ooster-afdeeling berdasarkan Bêsluit van den Menteri van Staat, Gouverneur-oleh Ketua van Nederlandsch-Indie , pada 27 Ogos 1849, No. 8 [8]
Pada tahun 1850 , Sultan Sulaiman AM memegang tampuk menjadi pemimpin Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Kertanegara. Pada tahun 1853 , pemerintah Hindia Belanda menempatkan J. Zwager sebagai Assisten Residen di Raub. Saat itu kekuatan Politik dan Ekonomi masih berada dalam genggaman Sultan AM Sulaiman (1850-1899). Dalam tahun 1853 penduduk Kesultanan Kutai 100,000 jiwa. [9] Tahun 1855, Kesultanan Kutai termasuk sebagai bahagian dari de Zuid-en oosterafdeeling van Borneo . [10] Pada tahun 1863 , Kerajaan Kutai Kartanegara kembali mengadakan perjanjian dengan Belanda. Dalam perjanjian itu disepakati bahwa Kerajaan Kutai Kartanegara menjadi bahagian dari Pemerintahan Hindia Belanda.

P'gambilan tambang berhimpun pertama


Keraton Kesultanan pada masa Sultan Alimuddin .
Tahun 1888, perlombongan berhimpun pertama di Kutai dibuka di Batu Panggal oleh insinyur tambang asal Belanda, JH Menten . Menten juga meletakkan asas bagi Eksploitasi minyak pertama di wilayah Kutai. Kemakmuran wilayah Kutai pun nampak semakin Nyata sehingga membuat Kesultanan Kutai Kartanegara menjadi sangat terkenal pada masa itu. Susut nilai atas pengeksloitasian sumber semula alam di Kutai diberikan kepada Sultan Sulaiman [6] .
Tahun 1899 , Sultan Sulaiman wafat dan digantikan putera mahkotanya Aji Mohammad dengan gelar Sultan Aji Muhammad Alimuddin .
Pada tahun 1907 , misi Katolik pertama didirikan di Laham, Kutai Barat . Setahun kemudian, wilayah Hulu Nibong ini diserahkan kepada Belanda dengan Compensation sebesar 12,990 Gulden setiap tahun kepada Sultan Kutai Kartanegara. Sultan Alimuddin hanya bertahta dalam kurun waktu 11 tahun saja, beliau wafat pada tahun 1910 . Berhubung pada waktu itu putera mahkota Aji Kaget masih belum dewasa, tampuk Pemerintahan Kesultanan Kutai Kartanegara kemudian dipegang oleh Dewan Perwalian yang dipimpin oleh Aji Pangeran Mangkunegoro . Pada tarikh 14 nopember 1920 , Aji Kaget dinobatkan sebagai Sultan Kutai Kartanegara dengan gelar Sultan Muhammad Aji Parikesit namun hal INI JUGA banyak mengalami kontroversi karena ada beberapa Kerabat tidak setuju dengan pengangkatan Aji Muhammad Parikesit tersebut, hal ini dikarenakan anggapan bahwa Aji Pangeran Soemantri 1 lah yang berhak diangkat menjadi Sultan Kutai. dalam beberapa media juga di sebutkan bahwa pengangkatan Aji Muhamad Parikesit dikarenakan ke dua saudaranya telah meninggal. Hal Inilah yang mengundang banyak kontroversi dari berbagai pihak. Sejak awal Abad Ke-20, Kutai Ekonomi berkembang dengan sangat pesat sebagai hasil pendirian syarikat Borneo-Sumatera Trade Co Pada tahun-tahun tersebut, kapital yang diperoleh Kutai Tumbuh secara Mantap melalui lebihan yang dihasilkan Islam itu tahunnya. Hingga tahun 1924 , Kutai telah memiliki dana sebesar 3.280.000 Gulden - jumlah yang sangat fantastis untuk masa itu Tahun 1936 , Sultan AM Parikesit hendak membina Istana Baru Yang Megah dan Hsun yang diperbuat dari bahan Konkrit . Dalam kurun waktu satu tahun, Istana tersebut selesai ditegakkan.




Kedatangan Jepun

Masjid Jepun menduduki wilayah Kutai pada tahun 1942 , Sultan Kutai harus tunduk pada Tenno Heika , Kaisar Jepun . Jepun memberi Sultan gelar Kehormat Koo dengan nama Kerajaan Kooti .

Era Kemerdekaan dan Penghapusan Kesultanan

Indonesia merdeka pada tahun 1945. Dua tahun kemudian, Kesultanan Kutai Kartanegara dengan status Daerah Swapraja Dimasukkan ke dalam Federasi Kalimantan Timur Bersama-sama daerah Kesultanan lainnya seperti Bulungan , Sambaliung , Gunung tabur dan Pasir dengan membentuk Dewan Kesultanan. Kemudian pada 27 Disember 1949 Dimasukkan dalam Republik Indonesia Serikat .
Daerah Swapraja Kutai diubah menjadi Daerah Istimewa Kutai yang merupakan daerah Autonomi / daerah istimewa tingkat kabupaten berdasarkan UU Darurat No.3 Th.1953
Pada tahun 1959 , berdasarkan UU No 27 Tahun 1959 tentang "Pembentukan Daerah-Daerah Tingkat II di Kalimantan", wilayah Daerah Istimewa Kutai dipecah menjadi 3 Dusun II, yakni:
  1. Dusun Kutai dengan ibukota Tenggarong
  2. Kotapraja Balikpapan dengan ibukota Balikpapan
  3. Kotapraja Raub dengan ibukota Raub
Pada tanggal 20 Januari 1960 , bertempat di Gubernuran di Raub, APT Buerger yang menjabat sebagai Gubernur Kalimantan Timur, dengan atas nama Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia melantik dan mengangkat sumpah 3 kepala daerah untuk bagi ketiga daerah swatantra tersebut, yakni:
  1. AR Padmo sebagai maju Kepala Daerah Tingkat II Kutai
  2. Kapt. Soedjono sebagai Walikota Kotapraja Raub
  3. AR Sayid Mohammad sebagai Walikota Kotapraja Balikpapan
Sehari kemudian, pada tanggal 21 Januari 1960 bertempat di dewan Keraton Sultan Kutai, Tenggarong diadakan sidang Terperinci DPRD Daerah Istimewa Kutai. Inti dari acara ini adalah diserahkan terima Pemerintahan dari Kepala Kepala Daerah Istimewa Kutai, Sultan Muhammad Aji Parikesit kepada Aji Raden Padmo sebagai maju Kepala Daerah Tingkat II Kutai, Kapten Soedjono (Walikota Raub) dan AR Sayid Mohammad (Walikota Batu Pahat Bandar). Pemerintahan Kesultanan Kutai Kartanegara dibawah Sultan Muhammad Aji Parikesit berakhir, dan beliau pun Hidup menjadi rakyat biasa [6] .

Penghidupan kembali Kesultanan Kutai Kartanegara

Pada tahun 1999 , Kutai Kartanegara maju, Syaukani Hasan Rais berniat untuk menghidupkan kembali Kesultanan Kutai Kartanegara ing Kertanegara. Dikembalikannya Kesultanan Kutai ini bukan dengan maksud untuk menghidupkan feodalisme di daerah, namun sebagai upaya usaha perlindungan inventori warisan Sejarah dan budaya Kerajaan Kutai sebagai Kerajaan tertua di Indonesia. Selain itu, dihidupkannya Tradisi Kesultanan Kutai Kartanegara adalah untuk menyokong sektor Pelancongan Kalimantan Timur dalam upaya menarik minat wisatawan Nusantara maupun Abroad .
Pada tarikh 7 nopember 2000 , maju Kutai Kartanegara Bersama Putera Mahkota Kutai H. Aji Pangeran Praboe Anoem Soerja kasim II menghadap Presiden RI Abdurrahman Wahid di sketches Graha Jakarta untuk Memfail maksud di atas. Presiden Wahid bersetuju dan merestui dikembalikannya Kesultanan Kutai Kartanegara kepada keturunan Sultan Kutai yakni putera mahkota H. Aji Pangeran Praboe.
Pada tarikh 22 September 2001 , Putra Mahkota Kesultanan Kutai Kartanegara, H. Aji Pangeran Praboe Anoem Soerya kasim II dinobatkan menjadi Sultan Kutai Kartanegara dengan gelar Sultan H. Aji Muhammad Salehuddin II . Penabalan HAP Praboe sebagai Sultan Kutai Kartanegara Baru dilaksanakan pada tanggal 22 September 2001.

[ sunting ] Wilayah


Wilayah kekuasaan Kesultanan Kutai (berwarna Hijau tua).
Pada masa kejayaannya hingga tahun 1959, Kesultanan Kutai Kartanegara ing Kertanegara memiliki wilayah kekuasaan yang sangat Luas. Wilayah kekuasaannya meliputi beberapa wilayah Autonomi yang ada di Provinsi Kalimantan Timur saat ini, yakni:
  1. Kabupaten Kutai Kartanegara
  2. Kabupaten Kutai Barat
  3. Kabupaten Kutai Timur
  4. Balikpapan
  5. Kota Senat
  6. Kota Raub
  7. Kecamatan Penajam
Dengan demikian, luas dari wilayah Kesultanan Kutai Kartanegara hingga tahun 1959 adalah seluas 94,700 km2.
Pada tahun 1959, wilayah Kesultanan Kutai Kartanegara atau Daerah Istimewa Kutai dibagi menjadi 3 wilayah Pemerintah Daerah Tingkat II, yakni Kabupaten Kutai, Kotamadya Balikpapan dan Kotamadya Raub. Dan Kehormat di Royal itu berakhirlah Pemerintahan Kesultanan Kutai Kartanegara setelah disahkannya Pemerintah Daerah Tingkat II Kabupaten Kutai melalui UU No.27 Tahun 1959 tentang Pencabutan Status Daerah Istimewa Kutai.

Keraton Kesultanan


Keraton Kesultanan Kutai Kartanegara yang sekarang menjadi Muzium Mulawarman .
Dokumentasi Bentuk Istana Sultan Kutai hanya ada pada masa Pemerintahan Sultan AM Sulaiman yang kala itu beribukota di Tenggarong, setelah para Pelayar Eropah melakukan Ekspedisi ke pedalaman Nibong pada Abad ke-18. Carl Bock , Seorang Pelayar berkebangsaan Norway yang melakukan Ekspedisi Nibong pada tahun 1879 sempatkan membuat ilustrasi pendopo Istana Sultan AM Sulaiman. Istana Sultan Kutai pada masa itu diperbuat dari kayu Ulin dengan Bentuk yang cukup Sederhana.
Setelah Sultan Sulaiman wafat pada tahun 1899, Kesultanan Kutai Kartanegara kemudian dipimpin oleh Sultan AM Alimuddin (1899-1910). Sultan Alimuddin mendiami keraton Baru yang terletak tak jauh dari bekas keraton Sultan Sulaiman. Keraton Sultan Alimuddin ini terdiri daripada dua lantai dan juga diperbuat dari kayu Ulin (kayu Besi). Keraton ini ditegakkan menghadap Sungai Nibong. Hingga Sultan AM Parikesit Naik takhta pada tahun 1920, keraton ini tetap digunakan dalam menjalankan Roda Pemerintahan Kerajaan.
Pada tahun 1936, keraton kayu peninggalan Sultan Alimuddin ini dibongkar karena akan digantikan dengan bangunan Konkrit yang lebih Hsun. Untuk Sementara waktu, Sultan Parikesit beserta Keluarga kemudian menempati keraton lama peninggalan Sultan Sulaiman. Pembangunan keraton baru ini dilaksanakan oleh HBM (Hollandsche Konkrit Maatschappij) Batavia dengan arsiteknya Estourgie. Dibutuhkan waktu satu tahun untuk menyelesaikan Istana ini. Setelah fisik bangunan keraton rampung pada tahun 1937 , Baru setahun kemudian yakni pada tahun 1938 keraton Baru ini secara rasmi didiami oleh Sultan Parikesit beserta Keluarga. Perasmian keraton yang Megah ini dilaksanakan cukup Meriah dengan disemarakkan pesta kembang api pada malam harinya. Sementara itu, dengan telah berdirinya keraton Baru maka keraton Buruk peninggalan Sultan Sulaiman kemudian dirobohkan. Pada masa sekarang, areal bekas keraton lama ini telah diganti dengan sebuah bangunan Baru yakni gedung Serapo LPKK.
Setelah Pemerintahan Kesultanan Kutai berakhir pada tahun 1960 , bangunan keraton dengan luas 2,270 m2 ini tetap menjadi tempat Provide Sultan AM Parikesit hingga tahun 1971. Keraton Kutai kemudian diserahkan kepada Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur pada tanggal 25 nopember 1971 . Pada tarikh 18 Februari 1976, Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur menyerahkan bekas keraton Kutai Kartanegara ini kepada Jabatan Pendidikan dan Kebudayaan untuk dikelola menjadi sebuah muzium negeri dengan nama Muzium Mulawarman . Didalam muzium ini dihidangkan beraneka ragam Koleksi peninggalan Kesultanan Kutai Kartanegara, di Singgasana Antaranya, Arca, Perhiasan, Peralatan membasuh bebek, tempat tidur, seperangkat gamelan, Koleksi keramik kuno dari China, dan lain-lain.
Dalam persekitaran keraton Sultan Kutai terdapat Makam Raja dan Keluarga Kerajaan Kutai Kartanegara. Jirat atau Nisan Sultan dan Keluarga Kerajaan ini kebanyakan diperbuat dari kayu Besi yang dapat Tahan lama dengan tulisan Huruf Arab yang diukir. Sultan-sultan yang dimakamkan disini di Antaranya adalah Sultan Muslihuddin , Sultan Salehuddin , Sultan Sulaiman dan Sultan Parikesit . Hanya Sultan Alimuddin saja yang tidak dimakamkan di persekitaran keraton, beliau dimakamkan di tanah miliknya di daerah Gunung Gandek , Tenggarong
Pada tarikh 22 September 2001 , putra mahkota H. Aji Praboe Pangeran Anum Surya kasim II dinobatkan menjadi Sultan Kutai Kartanegara dengan gelar Sultan HAM Salehuddin II . Dipulihkannya kembali Kesultanan Kutai Kartanegara ini adalah sebagai upaya untuk melestarikan inventori warisan budaya Kerajaan Kutai sebagai Kerajaan tertua di Indonesia agar tak pupus dimakan masa. Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara telah membina sebuah Istana Baru yang disebut zwischen bagi Sultan Kutai Kartanegara yang sekarang. Bentuk zwischen baru yang terletak disamping Masjid Jami 'Aji Amir Hasanuddin ini memiliki Konsep rancangan yang mengacu pada Bentuk keraton Kutai pada masa Pemerintahan Sultan Alimuddin .

Gelar kebangsawanan

Dalam Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Kertanegara, gelar kebangsawanan yang digunakan oleh Keluarga Kerajaan adalah Aji . Gelar Aji diletakkan di depan nama anggota Keluarga Kerajaan. Dalam gelar kebangsawanan Kutai Kartanegara Dikenali Penggunaan gelar sebagai berikut:
  • Aji Sultan  : digunakan untuk penyebutan nama Sultan bagi Kerabat Kerajaan.
  • Aji Ratu  : gelar yang diberikan bagi Permaisuri Sultan.
  • Aji Pangeran  : gelar bagi putera Sultan.
  • Aji Puteri  : gelar bagi puteri Sultan. Gelar Aji Puteri SETARA dengan Aji Pangeran.
  • Raden Aji  : gelar yang setingkat di atas Aji Bambang. Gelar ini diberikan oleh Sultan hanya kepada pria bangsawan Kutai yang sebelumnya menyandang gelar Aji Bambang.
  • Aji Bambang  : gelar yang setingkat lebih tinggi dari Aji. Gelar ini hanya dapat diberikan oleh Sultan kepada pria bangsawan Kutai yang sebelumnya menyandang gelar Aji saja.
  • Aji  : gelar bagi keturunan bangsawan Kutai. Gelar Aji hanya dapat diturunkan oleh pria bangsawan Kutai. Wanita Aji yang menikah dengan pria biasa tidak dapat menurunkan gelar Aji kepada anak-anaknya.
Jika pria Aji menikah dengan Wanita dari kalangan bangsawan Kutai sendiri atau dari kalangan rakyat biasa maupun suku dikhaskan lain, maka putra-putrinya berhak menyandang gelar Aji. Namun Jika Wanita Aji menikah dengan pria yang bukan keturunan bangsawan Kutai, maka putra putrinya tidak dapat memperoleh gelar Aji, kecuali Jika Wanita Aji tersebut menikah dengan keturunan bangsawan Arab (Sayid).
Jika Wanita Aji menikah dengan keturunan Arab (Sayid), maka putra -putrinya memperoleh gelar sebagai berikut:
  • Aji Sayid  : gelar ini diturunkan kepada putera dari Wanita Aji yang menikah dengan pria keturunan Arab.
  • Aji Syarifah  : gelar ini diturunkan kepada puteri dari Wanita Aji yang menikah dengan pria keturunan Arab.
Gelar Aji Sayid maupun Aji Syarifah tetap SETARA dengan gelar Aji biasa. Artinya gelar ini tetap dibawah Aji Bambang maupun Aji Raden.

Lihat juga

Rujukan

  1. ^ a b c d e f - Sejarah Kesultanan Kutai Kartanegara ing Kertanegara halaman 1
  2. ^ M. Gazali Othman, Kerajaan Banjar: Sejarah Perkembangan Politik, Ekonomi, Perdagangan dan Agama Islam, Banjarmasin: Lambung Mangkurat dan Pustaka, 1994.
  3. ^ Johannes Jacobus Ras , Hikayat Banjar penterjemahan dalam Bahasa Malaysia oleh Siti Hawa Salleh , Pencetakan Dewan Bahasa dan Pustaka, Lot 1037, Mukim Perindustrian PKNS - Ampang / Hulu Kelang - Selangor Darul Ehsan, Malaysia 1990
  4. ^ a b c d (Indonesia) Banjarmasin (Kesultanan), Surah-surah perdjandjian antara Kesultanan Bandjarmasin dengan pemerintahan2 VOC: Bataafse Republik, Inggeris dan Hindia-Belanda 1635-1860, Penerbit Arsip Nasional Republik Indonesia, Kompartimen Jiaotong dengan Rakjat 1965
  5. ^ (Indonesia) Poesponegoro (1992). Sejarah Nasional Indonesia: Nusantara di Abad ke-18 dan ke-19 . Indonesia: PT Balai  9789794074107
  6. ^ a b c d e f Sejarah Kesultanan Kutai Kartanegara ing Kertanegara halaman 2
  7. ^ (Inggeris) . Magenda, Burhan Djabier (2010) Kalimantan Timur: Kejatuhan bangsawan Perdagangan . Ekuinoks  978-602-8397-21-6
  8. ^ (Belanda) (1849) Staatsblad van Nederlandisch indie . 
  9. ^ (Belanda) {1853) Verhandelingen en berigten betrekkelijk het zeewezen en de zeevaartkunde . 13 . hlm. 358 . http://books.google.co.id/books?id=c6AAAAAAMAAJ&dq=tanah-koessan&pg=PA358 # v = onepage & q & f = palsu . 
  10. ^ (Belanda) JB J Van Doren (1860). Bydragen tot de kennis van Verschillende overzeesche Landen, volken, Enz . 1 . JD Sybrandi. hlm. 242 . http://books.google.co.id/books?id=0GM-AAAAcAAJ&dq=tanah-koessan&pg=PA242 # v = onepage & q & f = palsu . 

Pautan luar

No comments:

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...