Sejarah kerajaan Bunut -petikan dari blog dengan bahasa indonesia
keris raja
tongkat raja
Seperti
biasa Mahyudin sangat antusias dengan segala kegiatan penelitian kami,
sore ini sudah menunggu di halaman depan rumah pak Wim. Seperti yang ia
janjikan kami akan dibawa bertemu dengan salah seorang ahli waris
kerajaan bunut, pak Raden Sudarso namanya. Beliau tinggal di kampung
Hilir (desa Bunut Hilir). Sebelum berangkat kerumah pak Su (panggilan
pak Sudarso) Fahri dan Kukuh sempat berdiskusi cukup panjang mengenai
masalah yang sebenarnya cukup sederhana menurut saya. Hari ini kami
semestinya bertarawih di masjid Kampung Hilir bersama pak Wim, tapi
karena janji dengan pak Su rencana Tarawih pun di batalkan.
Permasalahannya adalah bagaimana cara mengatakan dengan halus kepada pak
Wim sang kepala desa bahwa kami hari ini tidak akan ikut bertarawih
dengan beliau. Apakah kami akan membagi kelompok: satu orang menemani
pak Wim sholat di Hilir dan sisanya wawancara dengan Pak su atau solusi
lainnya. Setelah berdebat cukup panjang belakangan diketahui bahwa pak
Wim sudah berangkat tarawih sendirian. Dan pak Su setelah ditelpon pun
tidak bisa ditemui langsung pada saat itu karena beliau ternyata
bertarawih di masjid Hulu, masjid yang sama tempat pak Wim sholat.
Alhasil karena kemalasan dan demi efisiensi waktu kami berempat (saya,
Fahri, Kukuh dan bang Mahyudin) memutuskan untuk bertarawih di Surau
terdekat dari rumah, surau yang bilangan rakaatnya paling sedikit.
Selesai
tarawih kami berjalan kearah barat Nanga Bunut menuju kampung Hilir
(masyarkat setempat biasa menyebut desa Bunut Hilir dengan Kampung Hilir
saja)jalan menuju rumah pak Su berada tepat dibelakang kantor
kecamatan, satu jalan dengan kantor KUA, puskesmas dan kantor korem (cek
lagi). Sebelumnya kami belum pernah melewati daerah ini. Suasana sepi
karena sedang hujan gerimis, tampaknya tidak ada yang berminat keluar
atau sekedar duduk-duduk diberanda rumah pada cuaca seperti ini. Selama
perjalanan menuju rumah pak su seperti biasa bang Mahyudin terusmengoceh
memberikan informasi-informasi yang menurutnya perlu kami ketahui
dengan gayanya yang humoris. Termasuk informasi kalau untuk mencium
tangan pak Su jika kami bertemu dengan beliau.
Diberanda
rumah pak Su ada ibu Dayang (istri pak Su) dan Deni, dia masih kerabat
jau dengan pak Su. Belakangan di ketahui bahwa walaupun Deni masih
berkerabat dengan Pak Su tapi dia belum pernah sekalipun diizinkan untuk
melihat pusaka kerajaan. Dan setelah mengetahui dari Mahyudin bahwa
kami semua akan dipertontonkan pusaka kerajaan oleh pak Su maka diapun
sudah stand by di rumah
Pak
Su sebelum kedatangan kami. Pak Su belum berada di rumah, lalu kami
terlibat percakapan basa basi dengan Deni sementara bu Dayang bergegas
ke dalam untuk membuatkan sepoci the hangat untuk kami.
Deni
yang sekarang sudah semakin kelihatan rasa tidak sabar dan penasarannya
berinisiatif untuk menelpon pak Su, terjadi percakapan dalam bahasa
Hulu antara Deni dan pak Su. Dalam bahasa Hulu Mahyudin menanyakan apa
yang di katakan pak Su kepada Deni didalam tepon. Lalu dia (Mahyudin)
menerangkan kepada kami bertiga dalam bahasa Indonesia kalau pak Su
sedikit lebih lama di masjid karena urusan pesantren anak nya yang
bersekolah di Tsanawiyah.
Sedangkan
apabila seorang laki-laki berdarah bangsawan menikah dengan perempuan
biasa maka istrinya juga tidak akan mendapat gelar bangswan tapi
anak-anak mereka akan menjadi bagian dari istana. Semua anak mereka akan
mendapat gelar kebangsawanan.
Kerajaan
bunut didirikan oleh tiga bersaudara yang berasal dari tanah jawa
(jogjakarta), masing masing mereka bertekat untuk mendirikan sebuah
negri yang sejahtera. Maka mereka bertiga berembuk untuk membagi daerah
mana yang akan menjadi daerah kekuasaan mereka. Maka didapatlah sebuah
kesepakatan Raden Setia Abang Berita mendapat bagian memerintah di
Bunut, dua orang saudara nya yang lain memerintah di embaloh dan daerah
kapuas. Sang kakak yang memerintah di Kapuas kemudia pulang ke tanah
Jawa karena takut tidak ada yang akan memerintah kerajaan yang disana,
maka ia menyerahkan tanah kerajaan yang di Kapuas kepada Abang berita
untuk dipimpin. Maka bertambah luaslah wilayah kerajaan bunut. Akan
tetapi kemudian hari didapat berita bahwa sudah ada yang melanjutkan
pemerintahan kerajaan di tanah Jawa, walaupun begitu sang kakak
terlanjur malu untuk kembali ke Kalimantan untuk meminta kembali
kerajaan kapuas yang telah diserahkan kepada sang adik Abang Berita.
Kerajaan ini diresmikan pleh pemeritah kolonial Belanda pada tahun 1877
didalam Surat asisten residen Sintang nomor 91 tahun 1877 pada tanggal
19 januari 1877. Namun sebenarnya kerjaan ini sudah berdiri 62 tahun
sebelum disahkan oleh pemerintah kolonial Belanda.
Kampung
pemukiman pertama di negri bunut adalah bernama kampung Palin, diawal
pendudukan Abang Berita melakukan ekspansi dan pendudukan di tanah
Kalimantan dia menaklukkan bangsa Dayak yang pada saat itu masih
menganut animisme. Rakyat negri bunut pada awal kerajaan terbentuk
sangat sedikit, tidak lebih dari 100 orang. Kebanyakan diantara mereka
adalah Dayak, kemungkinan mereka kemudian masuk Islam dengan cara kawin
dengan pasukan (tentara) tiga orang Raja yang datang dari tanah Jawa
ini.
Pada
saat sekarang mereka mereka mengidentifikasi diri mereka sebagai orang
Melayu Bunut, menarik bahwa sebagai sebuah kerajaan yang dibentuk dari
hasil penaklukkan bangsa Jawa kebudayaan mereka sangat kental dengan
unsur Melayu Sumatra. Hal ini terlihat sangat jelas dari bahasa yang
mereka dunakan (bahasa Melayu Hulu atau sering disebut sebagai bahasa
Hulu saja), banyak ragam kosakata yang sangat dekat bunyinya dengan
kosakata bahasa melayu sumatra (Riau, Sumbar dan sekitarnya) seperti
cara pemanggilan didalam keluarga (atok, inik, ayi, mamak, abang, kakak,
mak ngah, angko dan lain sebagainya). Beberapa kesenian tradisional
yang diaku sebagai milik mereka seperti tari zapin, alat-alat musik.
Arsitektur bangunan yang sangat mirip dengan arsitektur melayu riau,
lalu hal ini juga terlihat pada motif2 kerajinan kerajaan (pada payung
raja, pada tenunan kain raja dan lain sebagainya). Tapi walaupun begitu
pengaruh dayak dan jawa juga terlihat, beberapa kata dalam bahasa hulu
memuliki bunyi dan dan makna yang sama dengan kata dalam bahasa dayak
kantuk. Pengaruh jawa terlihat dari gelar2 gelar kerajaan seperti raden,
gusti , ratu pangeran dan lain sebagainya. Satu peninggalan kerajaan
yang sangat bercirikan jawa adalah keris Raja. Menurut pak raden Sudarso
keris ini pernah diminta kembali oleh keraton Jogja karta tapi demi
menjaga amanah leluhur beliau menolak untuk mengembalikan keris ini.
Pak
Su menjawab pertanyaan-pertanyaan kami dengan dengan nada yang lembut,
perlahan dengan artikulasi yang sangat jelas dia menekankan kata-kata
yang dianggapnya penting, kata-kata yang keluar dari mulitnya tertata
rapi secara umum saya menilai pak Su berusaha untuk tampil seformal
mungkin didepan kami. Bahkan ketika Mahyudin memancingnya berkelakar
dalam bahasa hulu dia terkesan tidak terlalu mengapresiasi kelakar
Mahyudin. Hal ini juga terlihat dari bahasa tubuh pak Su, dia
menunjukkan arah dengan menggunakan ibu jari kanan. Hal ini tidak bias
di bagi orang bunut. Saya tidak bisa menilai apakah semua bangsawan
kerajaan Bunut seperti ini atau tidak.
Walaupun
pak Su tidak mengetahui dengan pasti sampai seberapa luas wilayah
kekuasaan bunut, saya mengira cukup luas karena Jongkong dan embaloh
juga masuk wilayah kerajaan. Dan yang pasti adalah menurut pak Su danau
Siawan dan Pontu masuk kedalam wilayah kekuasaan kerajaan Bunut. Ada
tradisi yang masa kerajaan yang masih dilakukan masyarakat samapi
sekarang, pada masa kerajaan raja membuat peraturan agar tidak membuang
kepala ikan biawan kedalam sungai tapi harus dibuang ke daratan. Karena
dipercaya belatung dari kepala-kepala ikan yang membusuk ini akan
menjadi lebah.
Beberapa benda pusaka kerajaan yang ada disimpan oleh pak Su adalah :
Tongkat
kerajaan, tongkat ini terbuat dari kayu belian bagian ujung yang
menjadi pegangan terbuat dari tulang. Menurut pak Su tongkat ini sudah
dimiliki oleh keluarganya selama empat generasi. Ketika dipegang oleh
kakeknya tongkat ini mengeluarkan bau harum. Ketika seseorang mengukur
tongkat ini dengan jengkal maka ketika dia mengukur untuk yang kedua
kalinya hasilnya tidak akan pernah sama. Jika jari kelingking seseorang
berada tepat di ujung tongkat ketika jengkalan yang kedua dia diramalkan
bisa menjadi seorang pemimpin, menurut pak Su selama tongkat ini dia
pegang hanya ada tiga orang yang mengukur tongkat dengan pas yaitu
bupati dan wakil bupati Kapuas Hulu sekarang dan mantan Bupati Kapuas
Hulu dari periode sebelumnya.
Gentong
keramat yang terbuat dari tanah liat, gentong keramat ini menurut pak
Su bisa berpindah tempat. Karena gentong ini terus mengikutinya ketika
terus mengikutinya ketika pindah rumah dia memukul mulut gentong dengan
palu. Setelah itu gentong keramat tidak bisa lagi berpindah tempat
secara gaib, tapi semenjak pemukulan mulut gentong oleh pak Su beliau
arwah penghuni gentong marah dan menghatui pak Su. Setelah minta maaf
baru makhluk halus penunggu gentong ini tenang dan tidak mengganggu
lagi. Ada satu pantangan ketika melihat gentong, dilarang melihat bagian
dalam gentong karena akan mengakibatkan orang yang melihat tersebut
kerasukan yang tidak bisa disembuhkan.
Keris
raja. Dilihat dari fisik keris ini tidak ada nuansa melayu sedikit pun
sepengetahuan saya keris ini sangat mirip sekali dengan keris Jawa.
Menurut pak su keris ini dibawa oleh raja dari tanah Jawa. Menurut pak
Su keris ini bisa mendatangkan hujan, beliau mmbisikkan doa sambil
menempelkan keris tersebut dikeningnya sebelum mencabut keris dari
sarangnya. Dan 10 menit kemudian terjadi hujan lebat, dan ajaibnya
beberapa saat setelah keris dimasukkan kembali kedalam sarungnya hujan
kembali mereda digantikan oleh rintik-rintik kecil.
Selama
kunjungan kerumah pak Su hanya tongkat dan keris yang dia tunjukkan
kepada kami, menurut Mahyudin kami termasuk orang yang beruntung dapat
melihat benda-benda kerajaan ini. Karena kami berkunjung pada malam hari
jadi jadi agak kurang pantas untuk mengeluarkan semua benda-benda
kerajaan.
No comments:
Post a Comment