Saturday, January 5, 2013

KERAJAAN PAGATAN(1761-1912)

SEJARAH KERAJAAN PAGATAN






Sejarah kerajaan

Pertengahan abad 18 Pagatan masih merupakan hutan belantara, setelah kedatangan orang-orang Bugis Wajo membuka pemukiman di kawasan hutan rotan belantara, kemudian menjadikan Pagatan sebagai sebuah kerajaan yang bakal lahir dan berkembangnnya peradaban bugis Pagatan di Banua orang Banjar. Dalam sejarah Pagatan tercatat sebagai salah satu kerajaan kecil yang berdaulat pada kerajaan Banjar dan sebagai pusat utama perjuangan mempertahankan Kemerdekaan RI.serta memiliki kedudukan yang strategik dalam jalur pelayaran. Jadi tidak menghairankan kalau kolonial Belanda dan pendudukan Jepun  ingin mengusai Pagatan dulu dikenali sebagai Ibukota Kalimantan Tenggara.

Orang Bugis Wajo yang telah berjasa membangunkan Pagatan, telah mengembangkan peradaban serta mengabdikan seluruh jiwa raganya membangunkan daerah ini sehingga dengan bangga mereka disebut sebagai orang Bugis Pagatan. Sebab sejak direstui penguasa Kerajaan Banjar untuk  membuka kampung dan bermukim, sejak itu pula Bugis Pagatan merasa sebagai sebagai orang Banua, sehingga peradaban yang telah dibangun dan dikembangkan oleh pemerintah Kalimantan Selatan ditetapkan sebagai salah satu sektor pelancongan budaya  didaerah ini dengan dijadikannya Pagatan sebagai kota pelanconagn budaya.

 BUGIS PAGATAN

Bugis Pagatan adalah salah satu suku bangsa yang ada di Kalimantan Selatan yang sejak pertengahan abad 18 telah bermukim serta mengembangkan peradaban dan persekutuan di Pagatan (Kalimantan Selatan) yang terletak bahagian Tenggara kepulauan Kalimantan. Suku Bugis yang pertama kali membangunkan Pagatan kemudian mengembangkan peradapan dan persekutuannya dulunya berasal dari Wajo (Sulawesi Selatan), Matulada (1985) menjelaskan suku bangsa Bugis dan Makasar sejak dulu terkenal sebagai salah satu bangsa yang suka mengembara mengharungi samudera sehinga dikenal sebagai pelaut terhebat dan ulung. Dengan perahu layar   mereka dapat mengharungi samudera Nusantara, ke Barat sampai ke Madagaskar, ke Timur sampai  ke Irian dan Australia. Oleh kerana itulah dihampir pantai dan pelabuhan laut dikepulauan Nusantara terdapat perkampungan Bugis. Mereka pada umumnya menetap dan menjadi penduduk daerah itu sambil mengembangkan adat istiadat persekutuan mereka. Terdapat sekarang ini suku Bugis Pagatan di Kalimantan Selatan, suku Bugis Johor di Malaysia, suku Bugis Pasir dan Kutai di Kalimantan Timur, dan lain sebagainya.

Lebih lanjut Matulada (1985) menjelaskan disamping menjadi pelaut dan nelayan suku Bugis juga terkenal dalm bidang pertanian (Tani) dan Perkebunan (Dare) semenjak dahulu. Tanah-tanah persawahan yang subur yang dikenal sebagai lombong pada di Sulawesi Selatan adalah terdapat dinegeri-negeri Bugis itu. Seperti Sidenreng, Penrang, dan Wajo. Bahkan orang Bugis Wajo orang wajo juga terkenal sebagai pedagang yang ulung, sampai pada zaman sekarang orang di Sulawesi percaya bahawa pedagang-pedang Bugis yang banyak berhasil dalam perniagaannya, nescaya mempunyai titisan darah Bugis Wajo.

Berkaitan dengan hal tersebut diatas tersebut tiga orang Bangsawan Bugis dari Wajo dan pengikutnya melakukan pelayaran dari Selat Makasar menuju kepulauan Kalimantan. Tiga orang saudagara yang masing masing membawa perahu layar beserta rombongannya adalah. Pua Janggo, La Pagala, dan Puanna Dekke sesampainya di Kalimantan Pua Janggo dan La Pagala masing-masing hampir mendekati kawasan di Tanggarong dan Pasir, sementara Puanna Dekke terus melakukan pelayaran menelusuri selat Pulau Laut menuju Laut Jawa. Akan tetapi sebelum keluar Laut Jawa Perahu Puanna Dekke dihadang badai yang dahsyat, sehingga ia berlindung di Muara Sungai Kukusan (Muara Pagatan). Badai yang dahsyat belum juga reda Puanne Dekke akhirnya membatalkan niat menuju laut jawa, kemudian malah tertarik untuk menyelusuri perairan sungai Kukusan.

Selama dalam pelayaran menyelusuri sungai Kukusan dia tidak melihat orang melakukan aktiviti di tepian sungai atau melihat perkampungan pada hal waktu pelayaran sudah cukup lama. Tiba pada suatu tempat dia melihat sekelompok orang di tepian sungai sedang mengambil rotan, kemudian dia menghampiri dan bertanya tempat apa nama daerah ini, orang tadi menjawab wilayah ini hutan rotan biasa kami ditempat ini melakukan pekerjaan pemagatan artinya mengambil dan mengumpulkan rotan.

Puanna Dekke tertarik atas tempat pemagatan tersebut dan berniat akan membangun perkampungan diwilayah ini. Tempat pemagatan walaupun hanya ditumbuhi hutan belantara bukan berarti tidak bertuan, akhirnya Puanna Dekke berusaha mencari tahu bahwa wilayah yang diinginkan tersebut ternyata masuk dalam kekuasaan Raja Banjar. Dalam catatan lontara Kapitan Latone (ditulis, 21 Agustus 1868) Setelah Punna Dekke( J.C. Nagtegaal menyebutnya Poewono Deka, 12 : 1939) Daerah yang menarik hatinya itu dibuka itu adalah termasuk wilayah kerajaan Banjar, maka dia pergi menemui sultan Banjarmasin.

Sebagai seorang pemimpin Matoa Dagang ( Zainal Abidin, 57 : 1983) tidak sulit buat Punna Dekke berlayar hingga  ke Bandarmasih. Kemudian Puanna Dekke meghadap Panembahan Batu untuk mengutarakan keinginannya. Panembahan Batu kemudian memberikan restu dan izin utuk membangunkan pemukiman sebagaimana yang dimaksudkan. (Lontara Latone) tertulis bahwa pada saat mohon izin kepada panembahan, ditegaskan kepada Puanna Dekke untuk kesanggupnya menanamkan pelabur an sendiri untuk biaya pembangunan pemukiman baru di atas kawasan hutan belantara tersebut, kemudian Puanna Dekke juga dapat menjamin keamanan perairan di Muara Pagatan yang selama ini sering digunakan para lanun laut untuk merompak di Selat Pulaut. Apabila kedua hal tersebut dapat dipatuhi syaratnya maka daerah yang diinginkankan diperkenankan   sebagai perkampungan warga orang Bugis yang dikemudian hari dapat dijaga dan diwariskan kepada anak cucu Puanna Dekke.

Kehormatan yang diberikan Panembahan ini yang kemudian menjadi semangat bagi membagunkan pemukiman baru, sampai akhirnya menjadi sebuah Kampung oleh Puanna Dekke member inama Kampoung Pegatan ( asal kata dari tempat pemagatan). Kampoeng Pagatan dalam tatanan Puanna Dekke berkembangan sebagai salah satu Bandar yang strategik yang diapit oleh Laut Jawa dan di Belah oleh Sungai Kukusan (Sekarang Sungai Kusan), sehingga cepat mengalami kemajuan sebagai salah satu bandar yang penting di wilayah Kerajaan Banjar.

Kemudian Puanna Dekke mengundang saudaranya Pua Janggo dan La Pagala untuk membicarakan pemimpin mengatur pemerintahan internal di kampoeng Pagatan. Dalam perundingan tiga bersaudara ini akhirnya menyiapkan Hasan Panggawa sebagai calon raja Pagatan, Hasan Panggewa sendiri ketika itu masih berumur muda termasuk keturunan salah seorang raja Kampiri di Wajo.

 KERAJAAN PAGATAN TAHUN 1761- 1912 M.

Nagtegaal (1983) menjelaskan bahwa pertengahan abad ke 18 datanglah pedagang Bugis dari Wajo (Sulawesi Selatan) bernama Poewono Deka, dan atas izin Sultan Banjarmasin kemudian mendirikan kerajaan Pagatan. J.C. Noorlander (190: 1983) menjelaskan dari gelar-gelar yang digunakan raja-raja Banjar ternyata yang bergelar Penambahan Batu (Sultan Banjarmasin) adalah Nata Alam atau Panembahan Kaharuddin Halilullah yang memerintah tahun 1761-1801. Maka berdasarkan data tersebutlah dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa kerajaan Pagatan didirikan setelah tahun 1761.

Dengan terjalin hubungan baik Puanna Dekke dengan Panembahan Batu, dimana kepercayaan yang telah diberikan Panembahan kepada Puanna Dekke selalu ia jaga dengan baik, sehingga dalam mengatur Kerajaan Pagatan secara politiknya masuk dalam kedaulatan Kerajaan Banjar. Oleh kerana itu kedudukan Kerajaan Pagatan hanya memiliki hak autonomi pengaturan pemerintahan dalaman, sebagaimana juga kerajaan-kerajaan kecil ketika itu yang tetap berada di bawah kedaulatan kerajaan yang lebih besar. Sebagai mana juga Kerajaan Banjar merupakan kerajaan besar yang ada di Nusantara pada saat itu berfungsi sebagai pelindung terhadap Kerajaan Pagatan.

Kerajaan Pagatan yang muncul pada pada pertengahan abad ke 18. yang diperkirakan berlangsung dari tahun 1861 sampai dengan 1912. Selama satu setengah abad terbagi 4 empat priode sistem pemerintahan, iaitu :

1. Priode ke I Pra Kerajaan di Pimpin Puanna Dekke- sebagai pendiri kerajaan Pagatan, dengan mengerahkan seluruh daya upaya beserta pengikutnya mmbuka hutan belantara, kemudian jadilah pemukiman baru yang kemudian diberi nama Kampoeng Pegatang, selanjutnya Puanna Dekke mempersiapkan cucunya untuk jadi Pemimpin kerajaan Pagatan. Sementara Puanna Dekke yang dikenali pendiri Kerajaan Pagatan tidak mahu menjadi Raja.

2. Priode ke II Puanna Dekke Mengistiharkan kerajaan Pagatan,- dengan menobatkan cucunya bernama La Panggewa sebagai raja pertama di Kerajaan Pagatan.diperkirakan berlangsung dari tahun 1761-1861.

3. Priode ke II Kerajaan Pagatan mengalami perluasan wilayah kekuasaan dengan bergabung kerajaan Kusan,- sehingga menjadi Kerajaan Pagatan- Kusan. Berlangsung dari tahun 1861 – 1908.

4. Priode ke IV. Kerajaan Pagatan Kusan pada tahun 1908-1912 M telah mengalami perubahan pemerintahaan- kalau sebelumnya beerdaulat terhadap kerajaan Banjar, maka sejak tanggal, 1 Julai 1908 diserahkan kepada pemerintahan Hinda Belanda.

Andi Syaiful (1993) berpendapat bahwa kerajaan Pagatan diperkirakan berlangsung dari tahun 1761- 1912. dan Raja Pagatan yang pertama adalah bernama Hasan Pangewa/La Panggewa Kapitan Laut Pulo (Nategaal, 12-14) menjelaskan beberapa orang raja telah memerintahan Pagatan. Setelah pemerintahan Hasan Pangewa.


. RAJA PAGATAN DAN KUSAN

1. Hasan Penggewa Raja Pagatan I (1761-1838)

Hasan Pengewa/ La Penggewa adalah Raja Pagatan yang pertama beliau cucu dari Punna Dekke pendiri Kerajaan Pagata. La Panggewa masih keturunan dari Raja Kampiri (Wajo), sejak kecil dibawa bersama Puanne Dekke dari kampiri ke Pagatan, bahkan konon di Pagatanlah La Panggewa di khatankan kemudian dinobatkan menjadi Raja Pagatan yang pertama. Mengingatkan umurnya masih belia maka untuk mengaturkan pemerintahan untuk sementara dipercayakan kepada pamannya Raja Bolo, sambil mendidik dan membimbing La Pangewa supaya boleh menjadi pemimpin dan mengatur pemerintahan setelah dewasa, atas gembelengan Puanna Dekke dan Raja Bolo La Pengewa menjadi seorang perkasa,

Pada suatu peristiwa La Penggewa diutus oleh Raja Bolo untuk menghadap Raja Banjar dalam rangka menyampaikan bahwa selama ini dialur muara sungai Barito para perahu layar saudagar mengalami kesulitan untuk masuk berlayar ke Banjarmasin kerana sering digangu oleh para lanun laut yang mengacaukan muara sungai tersebut. Kemudian oleh Panambahan menyambut baik kedatangan La Panggewa Cucu Puanna Dekke, serta diberikanlah kepercayaan La Panggewa memimpin askar untuk mengusir para lanun laut di Muara Sungai Barito tersebut, atas kehormatan yang dipercayakan Panembahan tidak disia-siakan La Penggewa dan berhasil mengusir perompak tersebut dan lari berpindah ke Biajao. Atas keberhasilan La penggewa inilah kemudian Panembahan menganugerahkan gelar kehormatan kepada La Penggewa sebagai Kapitan Laut Pulo. Atas kesetiaan Puanne Dekke mengutus cucunya oleh Penambahan mengegaskan kembali kepada Kapitan Laut Pulo bahwa  Pagatan yang telah dibangunkan Puanne Dekke diserahkan secara sah untuk dikuasai dan dikemudian hari dipersilahkan untuk diwariskan kepada keturunan Puanna Dekke. Sekembalinya dari kerajaan Banjar La Penggwa oleh Puanna Dekke dan Raja Bolo menyerahkan segala hak La Penggewa untuk memimpin dan mengatur pemerintahan kerajaan Pagatan tahun 1800, kemudian La Penggewa Kapitan Laut Pulo magkat tahun 1838 digantikan oleh putranya bernama Abdul Rahim.

2. Arung Pallewange Raja Pagatan II ( Tahun 1838 – 1855)

Abdul Rahim bin Hasan Pengewa dinobatkan menjadi raja Pagatan II pada tanggal 19 Julai 1838 kemudian bergelar Arung Pallewange, selama 26 tahun berkuasa kemudian wafat pada tanggal, 28 April 1855. selanjutnya digantikan oleh putranya Abdul Karim. Dalam catatan sejarah, bahwa keturunan Abdul Rahim ini kemudian yang banyak memimpin kerajaan Pagatan,

3. Arung La Mattunru Raja Pagatan III (Tahun 1855-1871)

Abdul Karim Bin Abdul Rahim dinobatkan menjadi raja Pagatan III tahun 1855 dan bergelar Arung La Mattunru, pada masa pemerintahannya terjadi perluasan wilayah kerajaan Pagatan dengan bergabung kerajaan Kusan tahun 1861, sehingga menjadi kerajaan Pagatan – Kusan. Kemudian Arung La Mattunru wafat tahun 1871 digantikan oleh putranya Abdul Djabbar.

4. Arung La Makkaraw Raja Pagatan IV (Tahun 1871-1875)

Abdul Djabbar Bin Abdul Karim dinobatkan jadi raja Pagatan tahun 1871 dan bergelar Arung La Makkaraw tidak lama berkuasa kemudian wafat tahun 1875, karena Arung La Makkaraw tidak mempunyai keturunan maka digantikan oleh Daeng Mankkaw putri dari Arung Pallewange.

5. Ratu Daeng Mankkaw Raja Pagatan V (Tahun 1875-1883)

Daeng Mankkaw Binti Abdul Rahim adalah raja Pagatan V yang dinobatkan menjadi raja tahun 1875 kemudian bergelar Ratu Daeng Mankkaw. Pada masa pemerintahan Ratu daeng Mankkaw didampingi oleh suaminya Pengeran Muda Aribillah. salah seorang raja Kerajaan Tanah Bumbu sebuah kerajaan kecil yang berada disebelah Utara Kerajaan Pagatan. Pengeran Muda Aribillah merupakan cucu dari Sultan Banjar Tamjidillah I yang telah mengadakan ikatan perkawinan dengan Ratu Daeng Makkao dari ikatan perkawinan inilah kemudian lahir Andi Tangkung dan Andi Sallo (Abdul Rahim).

Ratu Daeng Mankkaw wafat tahun 1883. Sementara anaknya bernama Abdul Rahim belum dewasa maka untuk pemerintahan kerajaan Pagatan dipercayakan kepada Kolonial Belanda, sementara pemangku kerajaan dipercayakan kepada kakaknya Andi Tangkung

6. Andi Tangkung Raja Pagatan VI ( Tahun 1883-1893)

Andi Tangkung memangku jabatan kerajaan Pagatan bergelar Petta Ratu yang berlansung sejak tahun 1883 dan berahir tahun 1893. Kemudian digantikan oleh Abdul Rahim

7. Arung Abdul Rahim Raja Pagatan VII (Tahun 1893-1908)

Andi Sallo bergelar Arung Abdul Rahim naik tahta tahun 1893 dan berahir pada tanggal, 16 Julai 1908. Pada masa akhir kekuasaan Arung Abdul Rahim telah terjadi kemelut dalaman kerajaan Pagatan Kusan. Peristiwa tersebut berawal perseteruan antara dua saudara antara Andi Sallo dan Andi Tangkung. Andi Tangkung mempersiapkan putranya bernama Andi Iwang sebagai penganti Arung Abdul Rahim pemangku kerajaan Pagatan Kusan, sementara juga Andi Sallo juga mempersiapkan putranya bernama Andi Kacong untuk mengantikan dirinya sebagai pemangku kerajaan Pagatan Kusan. konflik perebutan tahkta yang berterusan akhirnya setahun sebelum wafatnya Arung Abdul Rahim, yakni pada tanggal, 20 April 1907. Arung Abdul Rahim mengeluarkan suatu pernyataan bahwa kerajaan Pagatan dan Kusan diserahkan kepada pemerintahan kolonial Belanda. Maka setelah empat tahun (1908-1912) pelaksanaan pemerintahan kerajaan Pagatan dan Kusan di bawah suatu wilayah (zelfbestuusraad), terjadi pada tanggal, 1 Julai 1912 kerajaan Pagatan dan Kusan dihapuskan dalam pemerintahan langsung Hindia Belanda (Nategaal: 1983).

No comments:

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...